Selasa, 20 Juni 2017

Kisah Aiptu Beni Pramono, Pelatih Judo Anak-Anak Berkebutuhan Khusus

NAMA dojo (tempat latihan) itu adalah Anakeda Judo Club. Terdengar seperti nama Jepang. Tapi, Anakeda sejatinya akronim dari Anak Ketintang Dua. Lokasi dojo. Yakni, SDN Ketintang II.

Di situlah secara rutin Beni Pramono mengabdikan diri. Saban Sabtu petang. Selepas dari dinas sebagai penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya.

Selain menjadi penegak hukum, Beni memilih fokus pada perkembangan atlet judo usia muda. Tak heran. Beni sudah cinta betul pada olahraga "banting-bantingan" asal Jepang itu. Dia pernah mewakili Jatim pada PON 1996, 2000, dan 2004.

Karena itu, Beni mendirikan Anakeda Judo Club pada Agustus 2015. Bagi Beni, nama klub judo tersebut bukan sekadar penanda tempat. Ada filosofi sekaligus motivasi bagi atlet dan pelatih. Yakni, jangan takut dianggap sebagai nomor dua dalam kehidupan sosial. Yang penting terus berlatih hingga akhirnya menjadi seorang juara. Jadi nomor satu.

Hampir setahun berdiri, dojo itu punya 60 murid. Kelas pemula punya 19 anak. Di kelas turnamen pemula ada 17 anak. Sisanya sedang disiapkan untuk seleksi pelatda dan pelatnas usia pelajar.

Yang berlatih pun cukup rajin. Misalnya, pada sebuah latihan pertengahan bulan lalu. Ada 36 murid yang siap berlatih. Mereka mengenakan pakaian serbaputih.

Beni pun tak sendiri. Di tempat itu sudah ada seorang asisten pelatih dan beberapa orang tua murid. Bersama-sama, mereka mempersiapkan matras latihan di lapangan SD.

Latihan sore itu diawali aerobik selama 20 menit. Orang tua siswa pun ikut "melantai". Cari keringat bersama. "Supaya tidak bosan kalau cuma menunggu," kata Beni, pria asli Surabaya itu. Anak-anak dan para orang tua terlihat mengikuti gerakan dari instruktur senam dengan semangat dan ceria.

Selesai senam, Beni hanya memberikan waktu dua menit kepada anak didiknya untuk istirahat. Itu pun hanya diperbolehkan minum setengah gelas air mineral. Perintahnya tegas. Tapi, gaya dan tutur bicara Beni cukup halus. Cenderung lucu, malah.

Kata Beni, 12 anak didiknya adalah anak berkebutuhan khusus (ABK). Istimewa. Tidak bisa diperlakukan kasar.

Awalnya memang sulit mengontrol perilaku para ABK tersebut. Terlebih, Beni tak langsung tahu hal tersebut. Beni hanya mengamati bahwa ada anak-anak yang berbeda di sasananya. Ada yang cenderung hiperaktif. Ada yang cenderung tak mau bicara. Beberapa anak sering berliur. Yang lain belum mampu membaca dan berhitung.

Tapi, Beni tak mau menyerah. Dia belajar sekaligus sharing dengan teman dan beberapa orang tua murid soal ABK. Lambat laun, pria 45 tahun tersebut paham cara menangani tingkah polah anak-anak itu.

Namun, kalau sudah berlatih, mereka tetap sangat serius. Tak terlihat perbedaan perlakuan yang mencolok. Misalnya, saat mempelajari teknik bantingan sore itu. Tahap demi tahap dipraktikkan. Gedebak-gedebuk berpadu dengan teriakan-teriakan khas bela diri. Kompak dan bersemangat.

Beni terlihat sabar memberikan arahan. Satu per satu, anak diajari gerakan demi gerakan. Setiap anak harus mengulang lima sampai sepuluh kali. Memang terlihat melelahkan. "Tapi, mau bagaimana lagi? Niat kita hanya satu. Ikhlas," tutur bapak satu anak tersebut.

Beni mengaku tidak meraup sepeser pun dari dojo miliknya. Mereka hanya berkewajiban menabung Rp 10 ribu per bulan. Uang tersebut akan dipakai untuk membelikan konsumsi saat latihan maupun pertandingan.

Tepat pukul 17.30 latihan usai. Beni kembali bercerita mengenai pengalamannya bersama anak ABK asuhannya saat mengikuti kejuaraan judo.

Desember 2016 merupakan kejuaraan yang paling tidak bisa dilupakan dari ingatan Beni. Saat itu turnamen judo Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Cup tingkat kota digelar selama empat hari.

Anakeda menurunkan 12 atlet dengan berbagai kelompok umur (KU). Tiga di antaranya adalah ABK. Mereka adalah Viona Herawati, Yulianto Dwi Cahyono, dan Raditya Putra Hermawan yang akrab disapa Awan. Viona turun di KU 10 tahun. Yulianto dan Awan bertarung di KU 8 tahun.

"Itu turnamen pertama mereka setelah tiga setengah bulan latihan," terang Beni. Sebelum berlaga di ajang tersebut, Beni mengadakan rapat kecil dengan para orang tua ABK. Dia menjelaskan bahwa seluruh peserta yang mejadi lawan tanding merupakan anak "normal".

Terus terang, Beni khawatir. Justru respons para orang tua ABK yang tak terduga. Mereka malah antusias dan mendukung. Beni pun kian mantap menurunkan atlet-atlet khususnya. Dia makin yakin bahwa para ABK punya hak yang sama untuk berprestasi. Beni pun memotivasi para ABK untuk selalu percaya diri dengan caranya.

Pertandingan dilalui tahap demi tahap. Untuk menuju final, para atlet ABK tersebut harus melalui sepuluh pertandingan. Tidak disangka, mereka melalui hari pertama dengan kemenangan. Beni merasa takjub dengan performa mereka di atas matras. Tidak terlihat gugup maupun grogi.

Hari kedua, pertandingan tidak berjalan semulus sebelumnya. Di KU 8 tahun, Awan harus terhenti di babak keenam. Dia kalah poin dengan lawannya yang hingga hari terakhir melaju ke final melawan Yulianto. Viona dan Yulianto-lah yang tetap melaju hingga final di hari terakhir.

Setiap hari selama kompetisi berlangsung, Beni selalu merasa takjub dengan kemampuan tiga ABK tersebut. Saat bertanding, mereka terlihat biasa-biasa saja. Kesungguhan mereka dalam berlatih tecermin saat mereka berada di atas matras untuk saling membanting.

"Jujur saja, pertandingan itu sebenarnya untuk trial ke mereka. Karena, menurut saya, mereka sudah layak tanding," imbuhnya. Namun, hasil yang diberikan melebihi ekspektasi.

Di akhir kompetisi, Viona berhasil meraih medali perak dan Yulianto memperoleh medali perunggu. Mereka terlihat menangis saat naik ke podium. "Mereka merengek sambil bilang, 'Shifu, aku menang'," seloroh Beni.

Dalam bahasa Mandarin, shifu atau sifu (bahasa Kanton) berarti guru atau master. Sedangkan Beni dipanggil Shifu karena anak didiknya menggemari film Kung Fu Panda. Dalam film itu, Shifu adalah tikus yang menjadi guru Po, panda gendut yang enggak punya dasar-dasar bela diri. Tapi, dengan caranya, Shifu dapat mengajarkan spirit kungfu kepada Po hingga akhirnya menjadi Kesatria Naga. (*/c10/dos)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search