Sabtu, 03 Juni 2017

Kisah Bidan Desa Menembus Adat Baduy

Bidan Eros mulai menjalani profesi sebagai tenaga kesehatan untuk Baduy pada 1997. Awalnya ia enggan menjalaninya. Maklum saja, kondisi Baduy benar-benar terpencil. Ia punya cita-cita melanjutkan sekolah. Namun, karena desakan berbagai pihak, akhirnya pengabdian menjadi bidan desa di Baduy itu dilakoninya.

Poliklinik desa dan sebuah rumah sudah disediakan pemerintah di Kampung Kaduketuk, Kanekes, menyatu dengan lingkungan Baduy. Rumah ini didesain sama dengan rumah Baduy, yang berbentuk panggung dan berbahan kayu. Di situlah Bidan Eros tinggal dan memberikan pelayanan kesehatan sendiri.

Perjuangannya agar diterima oleh warga Baduy tak mudah. Kampung yang ia kunjungi adalah Kampung Kaduketuk, yang berjarak tempuh sekitar 1,5 jam jalan kaki. Dulu jalan yang tersedia hanya setapak, tak ada jalan beraspal walaupun untuk menuju Terminal Ciboleger. Setiap hari ia harus menempuh perjalanan kaki selama 5-8 jam menyisir kampung Baduy.

Kedatangannya juga tak mendapat sambutan baik. Ketika ia menampakkan muka dan memperkenalkan diri, tak seorang pun mau menemuinya. Warga suku Baduy malah bubar ketika ia duduk di tempat biasa ibu-ibu berkumpul. "Kalau ada banyak ibu-ibu lihat saya, mereka teriak, eh bidan... bidan…, sien (ngeri)," ujarnya.

Bahkan salah satu pangiwa, tokoh kampung Baduy yang menjadi ketua RT, pernah mengacung-acungkan golok kepadanya saat melayani penimbangan bayi di Polindes. Ia ingat, nama kokolotan itu adalah Sangara. Kini Sangara sudah meninggal.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search