Kamis, 29 Juni 2017

Kisah Mochlis Handi ''Dody'' Kurniawan, Diaspora dari Negeri Sakura

NAMA Mochlis Handi Kurniawan, 46, berulang-ulang disebut Bupati Abdullah Azwar Anas saat berpidato di hadapan para diaspora dalam silaturahmi di Pendapa Sabha Swagata Blambangan. Bidang yang digelutinya saat ini dirasa cocok untuk bisa menunjang pengembangan Banyuwangi. Terutama dari sisi pembangunan pariwisata.

Handi yang puluhan tahun tinggal di Jepang itu kini menjadi salah satu bagian dari bisnis travel yang dikelola Menteri Luar Negeri Jepang.Hal tersebut pun cukup menarik minat Bupati Anas sehingga dirasa cocok untuk menjadi salah seorang diaspora yang bisa men-support Kabupaten Banyuwangi.

Kepada wartawan Jawa Pos Radar Banyuwangi, Handi atau yang populer disapa Dody itu mengakui, awalnya dirinya memang kurang begitu mengikuti perkembangan di Banyuwangi. Terutama mengenai program pemerintah yang dikembangkan saat ini.

Namun, sejak Bupati Anas datang ke Jepang dan sering melakukan pertemuan informal dengan para Laros (persatuan perantau Banyuwangi) yang tersebar di Jepang, niat Dody untuk bisa memberikan kontribusinya bagi Banyuwangi pun mulai muncul.Sejak saat itu, dia mencoba berkomunikasi dengan para Laros yang tersebar di berbagai kota besar di Jepang seperti Tokyo, Nagoya, dan Osaka.Tujuannya, merapatkan barisan dalam memajukan Banyuwangi.

''Saat ini saya bekerja di jasa travel milik Menlu Jepang. Kebetulan juga memiliki hubungan baik dengan KBRI. Kami sering melayani tamu VIP dari Indonesia. Pak Anas salah satunya. Sejak ketemu Pak Anas, kami mulai menjalin komunikasi. Termasuk menghubungkan dengan teman-teman Laros di sana,'' terangnya.

Dody awalnya berkuliah di Southam College Inggris pada 1990. Kemudian, dia berkenalan dengan teman kuliahnya, Chitose, yang kebetulan seorang warga Jepang.

Dody pun kemudian menikah dan pindah ke Jepang. Di sana dia sempat bekerja di perusahaan otomotif Daihatsu.Lalu, pernah juga menjadi pekerja di ticketing travel agent sebelum kemudian bekerja di jasa travel milik Menlu Jepang. Selama itu Dody mengaku sering berkomunikasi dengan para perantau asal Banyuwangi di Jepang.

Jika tak salah hitung, menurut Dody, jumlah warga Banyuwangi yang tersebar di seluruh Jepang mencapai 3.000 orang. Sebagian besar dari perantau tersebut adalah peserta program Kemenaker yang melingkupi bidang pertanian dan perikanan.

''Kami sering berkomunikasi dengan warga Banyuwangi lainnya. Kalau di sana sebutannya Laros, bukan Ikawangi. Pengenalnya gampang. Kalau ada rumah atau tempat yang memutar lagu Osing, itu pasti isinya orang Banyuwangi,'' ujar alumnus SMAN 1 Giri tersebut.

Dody menambahkan, selain bekerja di sektor pertanian dan perikanan, sebagian besar Laros membuka restoran di Jepang. Hampir semua restoran Indonesia di Jepang pasti di kelola orang Banyuwangi.

''Banyak yang dari Kalibaru, Genteng, dan Banyuwangi yang buka restoran di Jepang. Semuanya ramai. Jadi, kalau Pak Anas ke sana, saya tinggal kontak mereka saja. Mereka juga menyebar di kota-kota besar di Jepang,'' imbuh bapak dua anak itu.

Sejak Bupati Anas membuka komunikasi dengannya dan beberapa Laros di Jepang, Dody mencoba untuk bisa ikut berkontribusi buat Banyuwangi. Selain di bidang yang digeluti, dia mencoba mengumpulkan Laros lainnya.

''Saya mencoba menjembatani Laros yang ingin berinvestasi ke Banyuwangi. Sebenarnya, ada banyak yang ingin investasi, tinggal bagaimana nanti komunikasinya. Di Jepang ada yang namanya Mbak Wiwik, pemilik salah satu restoran yang cukup besar di Nagoya. Dia juga ikut membantu,'' terangnya.(bay/c22/ami)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search