Ada kisah lain yang terungkap saat peritiwa penusukan dua anggota polisi di Masjid Falatehan dekat Mabes Polri Jakarta Selatan pada Jumat (30/6) lalu.
Kisahnya pun terungkap selepas salat Isya, Sabtu (1/7). Seorang pria, tiba-tiba datang ke masjid untuk mengambil barang-barangnya yang kemarin tertinggal yang tak sempat diambilnya pulang karena situasi panik saat orang-orang berhamburan keluar.
Kepada beberapa anggota Brimob yang hendak meninggalkan masjid usai menjaga jalannya salat isya, ia meminta izin, "permisi pak, izin mau ambil barang-barang saya, kemarin ketinggalan waktu kejadian," kata pria bernama Hafizalam itu.
Saat diwawancarai, Hafizalam mengaku tak sempat mengambil barang-barangnya karena situasi yang mencekam usai salat isya itu. Bahkan ia mengaku 'nyeker' dan meminjam sandal milik temannya untuk pulang ke rumah.
"Enggak pake sendal, nyeker. Cuma bawa HP aja dikantong. Kebetulan baru sempat ambil barang jam segini," kata Hafizalam (24) yang juga merupakan petugas Dinas Sosial Jakarta Selatan ini kepada awak media.
Saat kejadian, ia mengaku melihat secara langsung saat orang-orang berhamburan keluar. Hafizalam juga ikut mendengar ketika pelaku meneriaki seluruh jemaah dengan kata kafir.
"Kemarin Jumat, salat maghrib di sini, dan sempet tiduran sama temen saya sampai isya. Terus saya salat, ambil wudhu, kejadian itu setelah salam. Posisi saya diapit dua polisi di saf kedua. Abis salam terdengar orang berantem di kanan belakang saya di saf ketiga," urainya.
"Ada dua polisi jatuh, guling-gulingan. Dia ngeluarin pisau seperti menyayat, di situ dia bilang kalian semua ini kafir. Spontan langsung keluar semua berhamburan semua keluar. Saya sampai ketinggalan barang-barang," sambung Hafizalam. Pada Jumat (30/6) malam, Mulyadi menusuk dua anggota Brimob, namun kemudian akhirnya dia tewas ditembak.
Malam ini dia sengaja datang mengambil beberapa barang yang memang ditaruh di loker yang sudah disediakan oleh masjid itu. "Sepatu, rompi, topi," imbuh Hafizalam.
Hafizalam mengaku sering melaksanakan salat di Masjid Falatehan. Pasca kejadian ia mengaku sempat merasa trauma, namun seiring berjalannya waktu, trauma tersebut hilang. Ia menganggap aksi teror itu diciptakan agar masyarakat merasa takut.
"Dia kan dasar dan tujuannya menciptakan teror, kalau kita sampai merasa ada gangguan berarti kita korban juga," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar