Awalnya adalah tahun 1998, ketika Indonesia dihantam krisis ekonomi. Saat itu banyak warga Surabaya yang merantau ke AS untuk mencari pekerjaan. Mereka menjadi buruh migran di berbagai pabrik yang memang bertebaran di Kota Philadelphia.
Selain karena terbukanya lapangan kerja di pabrik itu, standar hidup di Philadelphia juga lebih murah bila dibandingkan kota lain di AS, seperti New York, Los Angeles, atau San Fransisco. Tidak hanya dari Surabaya, pendatang dari daerah lainnya di Indonesia pun mengalir. Namun memang warga Surabaya terhitung paling awal dan banyak.
"Jumlah WNI yang tercatat di KJRI New York yang tinggal di Philadelphia sekitar 5.600 orang. Tetapi dengan yang tidak resmi dan sebagainya, itu kira-kira 10 ribu (total). Mereka datang ke sini tahun 2000, 2001, 2002. Saya dulu punya teman tahun 1998 tinggal di sini saya tanya berapa orang Indonesia? Nggak lebih dari 20 orang," kata Ketua Diaspora Indonesia Philadelphia, Beny Krisbianto.
Hal itu dikisahkan Beny kepada detikcom, Sabtu pekan lalu, di sela-sela kunjungan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ke Kampung Surabaya. Risma bertemu dan menyapa ratusan para WNI yang tinggal di berbagai blok di Kampung Surabaya itu, termasuk warga dari Surabaya sendiri.
Seiring berjalannya waktu, sebagian imigran mendapat surat izin tinggal dan mendapat pekerjaan yang lebih baik. Bahkan, ada yang bekerja di sektor-sektor publik seperti rumah sakit, kantor swasta, dan pemerintah. Ada pula yang keluar dari pabrik dan mendirikan usaha seperti restoran dan toko di Philadelphia.
Saat ini, menurut Beny, tercatat ada 15 restoran dan toko yang dimiliki oleh para imigran Indonesia. Selain sesama WNI, pengunjung restoran-restoran itu juga orang-orang Amerika atau imigran dari negara lain. Dari hasil usaha itu, banyak WNI yang telah mampu membeli tempat tinggal sendiri di Philadelphia.
"Saya bisa sebutkan ada Warung Sulama yang khusus pedas kayak masakan Padang, warung Surabaya yang pakai lesehan style, juga Jakarta Cafe. Ada juga katering khusus untuk orang-orang Indonesia," ucap Beny.
Tak cuma mencari kehidupan yang layak, para WNI itu juga berinisiatif memberikan kontribusi kepada Kota Philadelphia. Maka sejak beberapa waktu yang lalu, mereka sepakat untuk menggelar acara kerja bakti di sekitar tempat tinggal mereka. Satu buah alat penyedot sampah seharga Rp 500 jutaan bahkan telah dibeli untuk acara kerja bakti yang dilakukan setiap dua pekan sekali itu.
![]() |
"Waktu kami datang ke kota ini kaget juga. Sangat kotor, sangat kumuh. Tempat tinggal juga sudah berumur. Kegiatan ini mulai berkala. Setiap golongan akan bergerak membersihkan lingkungannya, blok-bloknya," imbuh Sekretaris My Home Philadelphia, Ony Surya Dewi. My Home Philadelphia adalah himpunan perantau Indonesia yang tinggal di Philadelphia.
Menurut Ony, kegiatan itu menjadi tanda bahwa bahwa imigran asal Indonesia punya posisi yang makin kuat dibandingkan dengan imigran lainnya di Kota Philadelphia. Selama ini imigran Indonesia masih dianggap minoritas. Imigran Italia yang paling banyak.
Salah seorang perantau, Arif, menuturkan datang ke Philadelphia belasan tahun lalu. Ia pertama bekerja sebagai chef di sebuah perusahaan katering. Namun, dengan pertimbangan waktu untuk anak, akhirnya ia keluar dari perusahaan dan membuat usaha katering sendiri dengan label "Pecel Ndeso".
![]() |
Katering itu melayani pesanan orang per orang maupun pesta. Pernah juga ia mengikuti bazar di New York. Pecel Ndeso juga melayani pengiriman makanan seperti sate, sop buntut, bandeng presto, dan buntil ke-24 negara bagian Amerika hingga Alaska. Setelah usaha katering itu dipegang oleh istrinya, dia kini bekerja penuh di bidang konstruksi.
"Hidup di sini lumayan enak, karena banyak orang Indonesia di sini. Serasa di kampung, apalagi banyak yang dari Jawa Timur. Jadi setiap hari ketemu di jalan ya ngomong Jawa," kata pria asal Tandes, Surabaya, itu.
![]() |
Risma menyatakan senang para imigran dari Indonesia saling peduli satu sama lain di tempat yang jauh. Ia juga bangga warga Indonesia berkontribusi untuk kota. "Saya berharap kegiatan ini bisa dilanjutkan. Dan yakin kita suatu saat akan menjadi keluarga besar di dunia," ucap Risma.
(irw/aan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar