Selasa, 10 Oktober 2017

#KlipingPR Kisah Monumen Badak Putih Balai Kota Bandung

10 Oktober 1981. Monumen Badak putih di halaman Balai Kota Bandung, sama sekali bukan lambang daerah. Melainkan merupakan simbol kerinduan Kota Bandung akan kehadiran kembali kelestarian alam yang sehat, tertib, tanpa kekurangan air serta pepohonan yang rindang.

Demikian diutarakan Wali Kota Bandung kala itu, Husen Wangsaatmadja, seperti diberitakan Pikiran Rakyat edisi 10 Oktober 1981.

Dikatakannya, monumen tersebut juga merupakan pencerminan kehendak Bandung masa kini (saat itu) dan Bandung masa mendatang untuk kembali memiliki lingkungan yang subur dan teratur. Monumen Badak Putih menjadi representasi tekad Kota Bandung untuk mengembalikan keadaan lingkungan yang sehat.

"Penempatan monumen Badak Putih juga sebagaui perlambang betapa manusia sebenarnya tidak bisa hidup tanpa kehidupan satwa. Hewan itu tak perlu dibenci apalagi dimusnahkan. Kemusnahan hewan-hewan liar akan berarti pula musnahnya atau rusaknya tata lingkungan yang sehat," ujar Husen kala itu.

Dia menuturkan, salah satunya terlihat dengan hampir punahnya badak ternyata diikuti dengan terhadinya kerusakan alam secara berangsur-angsur yang sulit untuk dikembalikan. "Bukankah ini suatu pertanda yang sangat mengerikan untuk kehidupan masyarakat terutama masa mendatang?," ujarnya.

Pangguyangan badak

Lebih lanjut Husen Wangsaatmadja juga mengutarakan lebih jauh keterkaitan sejarah berdirinya Kota Bandung yang sangat erat dengan kehidupan badak.

Diketahui, badak merupakan jenis binatang liar yang memiliki daya penciuman sangat tajam. Dengan alat penciumannya tersebut badak mampu mencari sumber air, yang berartu juga menyenangi hutan lebat, dan subur. 

Orang-orang zaman dahulu selalu memburu bekas-bekas pangguyangan badak, atau tempat mandi badak, untuk dijadikan pemukiman. Mereka percaya bahwa bekas pangguyangan badak merupakan ciri-ciri kesuburan tanah tanpa pernah kekurangan air. 

Tempat pangguyangan badak yang sangat terkenal adalah di Jalan Dalem Kaum. Sebab itu pula di sekitar tempat tersebut terdapat tempat yang diberi nama Jalan Cibadak, yang kini menjadi pusat pertokoan. Karena itulah, kawasan sekitar Dalem Kaum menjadi pusat atau alun-alun Kota Bandung.

Pemilihan pusat pemerintahan Kota Bandung di Jalan wastukencana juga karena kawasan tersebut dulunya merupakan pangguyangan badak. Tempat-tempat lainnya yang sebelumnya merupakan lokasi pangguyangan badak yakni Rumah Sakit Umum Rancabadak (sekarang Rumah Sakit Hasan Sadikin), dan juga Institut Teknologi Bandung. Hal inilah yang menjadi alasan di sekitar kawasan ITB terdapat nama Jalan Badak Singa.

Husen Wangsaatmadja mengatakan, di antara badak yang terdapat di Bandung kala itu terdapat seekor badak yang memiliki warna berbeda. Yakni berwana putih, dan diduga merupakan pemimpin di antara para badak lainnya. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan monumen badak di halaman Balai Kota Bandung juga berwarna putih.

Dia menyatakan, kehidupan badak tidak lepas dari sejarah pertumbuhan Kota Bandung. "Tidak salah kiranya jika dibuat suatu monumen badak putih, untuk mengenang kelestarian alam yang sempurna pada masa lalu, sambil mencoba mengembalikan kembali kondisi itu bagi masa kini dan mendatang," tuturnya.

Mozaik Bandung Nanjung

Kala itu, 10 Oktober 1981, Gedung Balai Kota Bandung tengah hampir rampung. Pembangunan menghabiskan anggaran Rp 1,9 Miliar. 

Pada dua dinding gerbang barat dan timur dibuat dua buah lukisan mozaik 'Bandung Nanjung'. Mozaik tersebut merupakan buah karya pematung dan juga pelukis Sunaryo, dengan arsitek Slamet Wirasonjaya.

Mozaik tersebut masing-masing berukuran 6,50 x 5,50 meter, dengan bahan baku porselen mozaik. Pengerjaannya membutuhkan waktu sekitar tiga bulan.

Sunaryo mengungkapkan, pembuatan mozaik tersebut tidak sekedar asal tempel. Mozaik Bandung Nanjung sarat akan makna sejarah, selain juga tentunya untuk mencapai sasaran estetika pertamanan. 

Terkait Monumen Badak Putih, Sunaryo menilai monumen tersebut juga merupakan penunjang yang tidak dapat dilepaskan dari sejarah Kota Bandung. Karena itulah pada mozaik gerbang barat pun terdapat lukisan Badak Putih, yang merupakan lambang penjaga Tatar Parahyangan.

Dia menjelaskan, mozaik gerbang barat menggambarkan latar belakang masa lalu. Termasuk menggambarkan legenda Sangkurang-Dayang Sumbi, yang merupakan cerita rakyat tatar sunda. 

Sementara gerbang timur digubah sesuai dengan perjuangan menyongsong masa depan yang gemilang. Mozaik tersebut bermakna ajakan kepada semua warga kota untuk membangun bersama agar Bandung tetap remaja, resik, dan tertib.***

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search