Selasa, 10 Oktober 2017

Menafsir Ulang Kisah Patriotik Tgk Di Rundeng Melalui Novel

INILAH kisah tentang seorang ulama sekaligus pejuang di wilayah barat dan selatan Aceh. Namanya Teungku Di Rundeng atau Teungku Meukek. Nama aslinya Teungku Abdullah. Ia berasal dari Lama Tutong dan ikut berjuang mempertahankan Tapaktuan dan Meukek dari cengkraman penjajah Belanda. Kisah Teungku Di Rundeng yang patriotik ini kembali terekam dalam bentuk novel, yang di beberapa bagiannya memunculkan sisi dramatis yang kuat.

Novel sejarah "Rundeng" ini diterbitkan Aceh Printer setebal 232 halaman dengan penulisnya Teuku Ahmad Dadek, seorang birokrat yang telah melahirkan banyak buku fiksi dan nonfiksi. Dadek juga adalah seorang sastrawan, musisi dan motivator bagi generasi muda di Aceh Barat. Novel "Rundeng" antara lain menceritakan tentang bagaimana Belanda masa lalu mengadu domba anak bangsa demi kepentingannya yang merupakan watak penjajah.

Kisah Teungku Di Rundeng sebelumnya pernah ditulis dalam bentuk hikayat. Kisah ini juga disampaikan secara liasan. Teuku Dadek lalu memanfaatkan hikayat tersebut sebagi salah satu sumber penulisan novel ini. Beberapa tokoh yang disebut dalam hikayat juga sangat dikenal Dadek, karena masih terbilang bertalian dengan keluarganya. Hikayat Teungku di Meukek adalah salah satu bagian realita masa lalu di Barat Selatan Aceh. Hikayat ini diceritakan dalam dalam bentuk seni tutur yang dikemas dalam bentuk performance budaya populer untuk menyampaikan pesan tertentu kepada masyarakat.

Dadek menyebutkan sebagian besar bahan awal penulisan buku ini diilhami dari Hikayat Teungku di Meukek versi karangan Teungku Malem dari Trumon. Naskah Hikayat Teungku Di Meukek tersebut sudah dialihaksarakan dari Bahasa Arab-Jawi (Jawoe) ke aksara Latin oleh Ramli Harun dan diterbitkan Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah tahun 1983. Ramli Harun merupakan tokoh paling aktif dalam mentransliterasikan hikayat-hikayat Aceh pada tahun 1980-an.

Ia memperoleh naskah buku hikayat setebal 99 halaman tersebut dari Drs Wamad Abdullah setahun sebelumnya. Tetapi sebelumnya, tahun 1980, Drewes juga telah menerjemahkan hikayat ini ke dalam Bahasa Inggris berjudul "Two Achehnese Poems".

Sedangkan naskah aslinya, konon tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Dadek menafsirkan ulang kisah hikayat Teungku Di Meukek itu terutama dalam memaknai perang segi tiga antara Belanda, Teungku Di Rundeng atau Teungku Di Meukek, dan Teuku Lila Perkasa (sebuah gelar hulubalang) di Meulaboh.

Upaya menceritakan kembali sisi patriotik Teungku Di Rundeng dalam bentuk novel bertujuan memperkenalkan sosok Teungku Di Rundeng kepada generasi sekarang. Bentuk, hikayat, betapapun istimewanya, haruslah dipahami secara khusus. Kelak, barangkali, novel ini bisa diadopsi dalam bentuk karya film. "Dengan cara seperti ini, Teungku Di Rundeng bisa dikenali lebih dekat lagi secara visual," ujar Dadek.(fikar w eda)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search