VIVA – Awan gelap masih meliputi sepakbola sepanjang 2017. Bagaimana tidak, sejumlah nyawa melayang saat menyaksikan pertandingan sepakbola. Tak cuma itu, penanganan medis tak gesit juga membuat salah satu legenda sepakbola Indonesia meninggal dunia saat beraksi di lapangan.
Kemananan memang jadi salah satu elemen penting dalam sebuah pertandingan sepakbola. Tewasnya suporter jelas jadi bukti masih minimnya pengamanan pertandingan, tak cuma di ajang Liga 1, tapi juga di dalam pertandingan Timnas Indonesia.
Sejumlah suporter tewas akibat pengamanan yang tak maksimal dalam sebuah pertandingan. Sebut saja Ricko Andrean, suporter Persib Bandung yang tewas saat menyaksikan laga Persib kontra Persija Jakarta, 27 Juli 2017.
Lalu, ada Catur Yuliantono, suporter Timnas Indonesia yang meninggal dunia saat menyaksikan laga antara Tim Garuda kontra Fiji, 2 September 2017.
Satu nama suporter tewas lainnya yakni Rizal Yanwar Saputra, anggota The Jakmania (suporter Persija) yang tewas dikeroyok oknum suporter Persib Bandung, atau yang dikenal dengan sebuta Viking.
Kehilangan besar juga dirasakan sepakbola Indonesua, saat kiper veteran Persela Lamongan, Choirul Huda, meninggal dunia saat membela timnya menghadapi Semen Padang, dalam laga pekan ke-29 Liga 1, 15 Oktober2017.
Nyawa kiper berusia 38 tahun tak tertolong, setelah mengalami benturan keras dengan rekan satu tim, Ramon Rodrigues. Meninggalnya Huda juga jadi bukti jika sistem penanganan medis respon cepat tak berjalan dengan baik.
Lalu, ada suporter Persita Tangerang, Banu Rusman, yang juga tewas saat menyaksikan laga Babak 16 Besar Liga 2, antara Persita kontra PSMS Medan, Oktober 2017. Banu tewas akibat dipukuli oknum TNI, yang saat itu disebut menjadi pendukung PSMS di Stadion Persikabo.
Tamparan Buat PSSI dari Mendiang Legenda
Berpulangnya Choirul memang jadi satu kehilangan besar bagi dunia sepakbola Indonesia. Bagaimana tidak, penjaga gawang yang dijuluki One Man Club, adalah salah satu tanda loyalitas dan dedikasi tinggi dalam sepakbola.
Selama 18 tahun, hanya ada satu lambang dan satu klub yang setia ia bela. Laskar Joko Tingkir bukan hanya sebuah klub bagi pria kelahiran Lamongan 2 Juni 1979 ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar