OLEH HIDEZUMI SHIMAZAKI PENYUSUN ERIC NOVEANTO
Pendahulu Urawa Reds adalah "Klub Sepakbola Industri Berat Mitsubishi" yang dibentuk pada 1950. Mereka bergabung ke liga sejak awal Liga Sepakbola Jepang (JSL) pada 1965 dan memimpin gambaran sepakbola Jepang bersama dengan sejumlah perusahaan seperti Furukawa Denko (sekarang JEFF United Chiba) dan Hitachi (sekarang Kashiwa Reysol).
Pada 1990, klub berganti nama menjadi "Klub Sepakbola Korporasi Mitsubishi Motors" dengan mereka berpindah ke anak perusahaan Korporasi Mitubishi Motors. Selama era mereka di liga profesional Jepang, J.League, mereka mencari kesempatan untuk bergabung dengan tim asal Tokyo di mana perusahaan mereka terletak. Hanya saja, perbincangan dengan asosiasi setempat tak menemui kesepakatan. Sementara itu, Urawa-Shi dari perfektur Saitama (sekarang Saitama-shi Urawa-ku) mencari tim sepakbola prefesional dan mereka mulai menegosiasikan visi mereka yang menjadi awal mula terbentuknya "Urawa Red Diamonds (yang dikenal sebagai Urawa Reds)." Itulah kisah sejarah awal mula Urawa Reds sebagai salah satu dari 10 organisasi yang menjadi permulaan J.League.
Awal mula J.League menjadi kisah yang sulit bagi Urawa. Musim perdana J.League yang dijalankan dengan dua fase, mereka finis terakhir di kedua fase pada musim 1993. Juga terpuruk di dasar klasemen pada musim 1994 dan tersingkir lebih awal di Piala Emperor, Piala J.League Yamazaki Nabisco (sekarang J.League Piala Levain YBC) yang menjadikan tim mendapat label sebagai papan bawah.
Di sisi lain, bahkan ketika tim mengalami kesulitan di papan klasemen, kandang mereka yang terletak di Urawa-shi selalu dipenuhi dengan suporter yang antusias dengan dukungan kuat serta atraktif. Sebagaimana sepakbola menjadi populer di edukasi olahraga sekolah di wilayah ini, masyarakat lokal mengkhususkan mereka untuk olahraga ini dan memiliki ikatan kuat dengan klub profesional "tempat asal" mereka dengan menunjukkan dukungan pada Urawa Reds.
Hanya saja, dengan dukungan tinggi dari masyarakat lokal, Urawa Reds terus melanjutkan kiprah mereka dengan menjadi tim papan tengah pada era 90-an. Pada musim 1995, mereka finis keempat di klasemen akhir yang menjadi pencapaian tertinggi waktu itu. Masahiro Fukuda, yang merupakan andalan menjadi pemain Jepang pertama yang menjadi topskor. Semusim berikutnya, Reds tetap berada di papan tengah dan pada 1999, mereka menghadapi krisis yang membuat tim terdegradasi ke J2 yang rencananya digelar tahun berikutnya. Di pekan terakhir fase NICOS (fase kedua kompetisi), meski Reds mengalahkan Sanfrecce Hiroshima dengan gol emas pada babak tambahan, mereka tetap tak mampu melewati selisih gol tim lainnya dan mendapat julukan sebagai tim juara J.League pertama yang terdegradasi ke kasta kedua bersama Bellmare Hiratsuka (sekarang Shonan Bellmare).
Pada musim 2000, mereka mengalahkan Sagan Tosu di pekan terakhir J2 dengan gol emas babak tambahan untuk finis kedua dan kembali ke J1 setelah semusim. Lalu pada musim 2002, setelah menunjuk mantan pelatih Jepang dan Belanda, Hans Ooft sebagai pimpinan skuat, hasilnya menjadi titik balik perjalanan klub.
Ooft menegakkan strategi dasar dan disiplin di antara para pemain. Ia juga membawa darah baru ke klub dengan menggunakan para pemain muda secara efektif dan bergerak ke depan dengan mereformasi perkembangan klub. Hasilnya, pada musim 2003, mereka sukses memenangkan Piala Yamazaki Nabisco untuk pertama kali. Ooft meninggalkan klub setelah musim itu, tapi rekor terus berkembang dengan memanggil mantan bek tim nasional Jerman dan juga penggawa Reds, Guido Buchwald. Pada 2004, mereka memenangkan fase kedua J.League untuk pertama kali dan juga Piala Emperor pada 2005 dan 2006. Reds juga melewati perjalanan panjang memenangkan titel J.League 2006.
Berikutnya pada musim 2007, Reds memenangkan trofi Liga Champions Asia kala dipimpin manajer Jerman, Holger Osieck yang menggantikan Buchwald. Di J.League, mereka dikalahkan tim juru kunci Yokohama FC di laga terakhir musim dan membuat Kashima Antlers juara dan mengagalkan upaya mereka menjadi kampiun beruntun. Sejarah berbicara, ini merupakan puncak tertinggi pencapaian Urawa Reds hingga saat ini.
Pada musim 2008, manajemen dan staf lapangan tak padu dan setelah dua pertandingan di musim baru mereka memutuskan mendepak Osieck dan berusaha menerapkan perubahan, tapi tim tak bisa kembali ke trek dan mengakhiri musim tanpa titel apapun untuk pertama dalam lima tahun terakhir. Pada 2009 dan 2010, Reds merekrut manajer Jerman Volker Finke, tapi hasilnya tak bagus dan mereka menutup kisah di papan tengah J.League dan tersingkir dini di turnamen lainnya. Rasa kembalinya periode terpuruk mulai dipikirkan fans. Lalu pada musim 2011, mereka menunjuk mantan pemain asal Belanda, Zeljko Petrovic sebagai manajer, tapi tak mampu membawa banyak kemenangan di paruh pertama musim dan mereka menutup musim di persaingan zona degradasi sejak musim 1999. Beruntungnya, mereka mampu bertahan hingga laga terakhir dan lolos dari skenario terburuk. Tapi perubahan perlu dilakukan dan mereka memboyong mantan manajer Sanfrecce Hiroshima, Mihailo Petrovic.
Dalam sesi latihan pertama selepas penunjukkan, Petrovic mengajari para pemain agar menunjukkan sikap lebih angkuh.
"Apa yang terjadi apabila semuanya tak ingin meraih yang mereka inginkan. Apakah kalian lupa yang terjadi tahun kemarin (bertarung untuk bertahan di J1 sepanjang musim 2011). Semuanya di sini harus tahu itu bisa terjadi apabila kita semua tak berada di halaman yang sama dan bekerja untuk itu. Kita sekarang berada di ujung jurang. Jika mundur 1 meter, kita akan terjatuh. Kita harus memberikan konsentrast 100% setiap hari untuk apa yang dikerjakan. Itu adalah tugas mengenakan kostum Urawa."
Setelah terakhir meraih titel J1 musim 2006, enam tahun sudah dilalui. Untuk jumlah penonton, dalam empat musim mulai 1996-1999, dua tahun pada 2001 dan 2002 dan juga tujuh tahun mulai 2006-2012, mereka berada di puncak catatan J.League untuk 13 tahun dan juga memimpin daftar penjualan. Hanya saja, rekor di atas lapangan tidak sebanding dengan itu dan dibandingkan dengan Kashima yang memiliki banyak gelar juara dalam sejarah mereka, kata "tak terkalahkan" tidak pas dengan mereka. Itulah mengapa Petrovic datang dengan tembakan keras. Klub dituntut melakukan perubahan, membuat lompatan untuk bertarung demi J.League dan sang manajer menghadirkan strategi orisinil yang cocok dengan strategi untuk mereka untuk membuat percikan di dunia sepakbola Jepang.
Selepas finis ketiga musim 2012, mereka bergerak ke Liga Champions Asia 2003 untuk pertama kali dalam lima tahun. Meski mereka mengakhiri kampanye Asia di fase grup, pada musim berikutnya mereka bertarung memperebutkan titel liga hingga laga akhir sebelum kalah dari Gamba Osaka dan harus finis kedua. Kompetisi kembali menggunakan format dua fase untuk kali pertama dalam 11 tahun pada 2015 dan mereka memenangkan fase pertama, tapi dihentikan lagi oleh Gamba Osaka di semi-final babak J.League Championship dan juga mengalami kekalahan di semi-final Piala Emperor.
Musim 2016, Urawa unggul di setiap kompetisi dan menutup kampanya sebagai juara untuk pertama kali dalam 13 tahun di Piala Levain YBC J.League. Di J.League, mereka finis ketiga di fase pertama dan menjadi pemenang fase kedua dengan koleksi 74 poin yang merupakan tertinggi dalam sejarah tim. Tampil di babak J.League Championship, mereka kembali kalah melalui gol tandang dari pemenang liga Kashima Antlers.
Kendati tim kembali mampu bersaing untuk juara di bawah manajer Petrovic, satu-satunya trofi yang dimenangkan adalah Piala Levain YBC pada musim 2016. Lantaran kerap gagal, banyak orang menjuluki mereka sebagai tim yang lemah di masa genting dan menyalahkan tim yang bermain agresif sehingga menjadi penyebab lemahnya keseimbangan tim. Dengan rangkaian kekalahan datang, tim memutus kontrak Petrovic di pertengahan musim untuk kembali mencari fokus.
Dengan pelatih Takafumi Hori masuk sebagai pengganti, ia membenahi masalah pada barisan pertahanan dan meningkatkan tim serta membawa tim di Liga Champions Asia yang kembali mereka ikuti musim ini. Sempat kalah 3-1 di leg pertama perempat-final lawan Kawasaki, mereka mampu membalikkan skor dan menuntaskan laga kandang leg kedua dengan kemenangan 4-1 dan masuk ke semi-final Di semi-final lawan Shanghai SIPG, mereka melewati leg pertama dengan imbang 1-1 dan menang pada leg kedua 1-0 untuk membawa mereka ke final pertama sejak musim 2007. Di laga final, mereka bermain 1-1 di markas klub Arab Saudi, Al Hilal dan memenangkan leg kedua 1-0 di Saitama Stadium 2002. Mereka meraih titel Asia pertama dalam 10 tahun.
Urawa Reds menjadi tim J.League pertama yang mampu meraih titel Asia untuk kedua kali. Hanya saja, mereka masih belum mampu menjadi juara J.League sejak musim 2006 dan tetap mengoleksi satu trofi sebagaimana mereka menutup musim ini di peringkat ketujuh yang merupakan terburuk dalam lima tahun terakhir. Sebuah klub yang dikenal dengan suporter domestik terbanyak masih mencari jawaban atas dukungan itu, dan bangkit di musim depan menjadi keharusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar