TRIBUNJATENG.COM - Ibu kandung Presiden Joko Widodo, Sudjiatmi Notomiharjo bakal jadi warga Solo pertama yang bakal didatangi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Solo dalam pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih untuk Pilgub 2018 mulai besok, 20 Februari hingga 18 Maret.
Ya, Hiruk pikuk pendaftaran calon gubernur dan calon wakil gubernur untuk pemilihan gubernur Jawa Tengah (Jateng) memang sudah lewat. Saatnya beralih ke tahap berikutnya yaitu coklit. Sebuah tahap yang biasanya tak meriah tapi bisa bikin heboh.
Bikin heboh bagaimana? Pertama, siklus masalah daftar pemilih tetap yang selalu muncul tiap gelaran pemilihan umum adalah data ganda. Lalu, yang sering menghebohkan adalah kisah horor tentang pemilu yaitu orang yang meninggal masih masuk daftar pemilih tetap (DPT). Contohnya temuan Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Jepara, yang menemukan terdapat 494 orang yang telah meninggal dunia, tetapi masih tercatat dalam DPT.
"Untuk itu, kami merekomendasikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk segera melakukan perbaikan," kata Arifin seperti dikutip Tribun Jateng, Selasa (17/1/2017).
Proses coklit yang sunyi senyap inilah yang kadang lepas dari pengawasan kita selaku pemilih. Kita baru bereaksi ketika ada masalah. Selain dua itu, masalah yang berpotensi muncul lainnya adalah ketika warga yang berhak tidak terdaftar, warga kerja atau kuliah di luar kota tak bisa memilih hingga tak terakomodirnya para pemilih pemula.
Anggota KPU Mochammad Afifuddin mengatakan 58 persen warga berpotensi tidak berada di rumah saat pencocokan dan penelitian (coklit) data.
"Terdapat potensi penduduk di luar rumah karena bekerja pada saat tahapan pencocokan dan penelitian berlangsung," ujar Afif di kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (16/1/2018) lalu.
Beberapa waktu lalu, KPU RI, Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, proses coklit yang benar adalah dilakukan dengan mendatangi dari rumah ke rumah (door to door). Peringatan itu bukan tanpa alasan. Masalah di lapangan yang sering muncul saat coklit antara lain cara kerja petugas panitia pemutakhiran data pemilih (PPDP).
Contohnya, ada petugas yang menyuruh anaknya mengecek warga pemilih. Atau, lantaran merasa sudah hapal dengan data warga pemilih, lantas melakukan coklit hanya berdasarkan perkiraan. Kemudian, warga diminta mengisi sendiri data pemilih di rumahnya. Tiga hal itu pernah penulis temui di beberapa kampung di Jawa Tengah.
Proses pendataan daftar pemilih memang tak seheboh pendaftaran paslon yang maju pilkada, namun khusus 2018 ini bisa jadi vital. Sebab, setelah pilkada serentak 2018, setahun kemudian, bangsa Indonesia bakal mengikuti perhelatan pemilihan presiden 2019. KPU melansir data pemilih tetap di Pilkada 2018 yang rapi akan menyumbang lebih dari 60 persen perbaikan data pemilih Pemilu 2019.
Untuk wilayah Jawa Tengah, KPU Jateng bakal menerjunkan 92.894 orang untuk melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) pada data pemilih yang akan menggunakan hak pilihnya pada Pilkada serentak 27 Juni 2018 mendatang.Coklit di Jateng akan dimulai secara serentak pada Sabtu (20/1/2018), yang melibatkan 64.171 petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP), 25.677 panitia pemungutan Suara (PPS) tingkat desa/kelurahan.Target rumah yang dicoklit berjumlah 320.855 rumah.
"Coklit akan dilakukan selama 30 hari ke depan. Sehingga jika petugas tiap hari dapat mencoklit 4,74 persen maka dalam 25 hari ke depan seluruh pemilih di Jateng yang memenuhi syarat telah tercoklit," kata Ketua KPU Jateng, Joko Purnomo, seperti dikutip Tribun Jateng pada Kamis (18/1/2018).
Nah, daripada menunggu segala masalah di atas muncul, sebaiknya kita turut mengawasi jalannya pencocokan dan penelitian data pemilih untuk pilkada 2018. Memang lucu sih ketika ada berita ratusan atau ribuan orang mati masih masuk DPT. Tapi apa iya hal itu bakal terus berulang di setiap tahapan pemilu? (tribunjateng/bakti buwono)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar