Sabtu, 17 Maret 2018

Kisah Om Pink, Pelapak yang Melestarikan Budaya Khas Pontianak

Liputan6.com, Pontianak - Setiap wirausahawan menyimpan kisah tersendiri soal hal yang memotivasi mereka untuk berhenti menjadi pegawai kantoran. Salah satunya kisah Om Pink--begitu karib disapa--yang menjadi pelapak Bukalapak  untuk memperkenalkan konten-konten budaya lokal dari Pontianak ke seluruh Indonesia.

"Saya ngerasa saya ngerjain sesuatu dari punya orang, saya bangun sesuatu yang punya orang terus, kapan saya punya sendiri?" kata Om Pink kepada Tekno Liputan6.com sambil mengenang keputusannnya menjadi wirausaha.

Sebelumnya Om Pink sempat aktif sebagai pengurus stasiun radio sebelum banting setir menjadi wirausaha dan kemudian menjadi pelapak di Bukalapak. Yang saat ini sedang gencar dipasarkan Om Pink adalah produk tradisional khas daerahnya.

"Saya juga suka local content, mainnya dulu baju-baju tradisional, motif-motif Kalbar (Kalimantan Barat)," kata pria bernama asli Muhammad Syafril ini.

"Karena melihat pangsa besar di Bukalapak dan kesempatannya ada, akhirnya saya bisnis tanjak, topi melayu. Kemudian saya bikin baju kemeja corak insang, coraknya khas Pontianak. Kemudian celana sarung khas Kalbar, coraknya ada yang dayak dan ada yang insang juga," jelasnya.

Berkat jualan online lewat Bukalapak, Om Pink berhasil mempromosikan konten-konten lokal Pontianak ke berbagai kota di Indonesia. Ia pun senang karena konten lokal seperti Tanjak kian populer.

"Ini sudah saatnya kita angkat (konten lokal), untuk dipromosikan," tambah Om Pink.

Produk yang dipasarkan Om Pink cukup terkenal di kalangan pemuka agama. Om Pink sendiri memang aktif di gerakan dakwah.

Ia juga cukup aktif mencari peluang. Misal, ketika ada acara ulang tahun Pontianak, maka produk Om Pink akan dicari-cari oleh pihak pemerintah.

Lapak Om Pink sendiri mengambil pasar menengah ke atas, kisaran Rp 150 ribu sampai Rp300 ribu. Ia masih memiliki toko offline, agar para pelanggan dapat melihat sendiri produk-produk yang ia pasarkan. Ia pun sudah memiliki pegawai sendiri.

"Yang kita jual adalah sesuatu yang unik, budaya itu kan unik. Saya edukasi bahwasanya konten lokal seperti ini bukan hanya milik Melayu, tapi milik Indonesia," ucapnya.

Om Pink berharap, konten lokal seperti Tanjak tak hanya dikenakan untuk acara yang bersifat seremonial, tetapi agar dapat terus populer di kalangan anak muda juga.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search