Fachri Firmansyah © Fafa Wahab
Bola.net - Kiamat. Itulah yang dirasakan Fachri Firmansyah selama setahun setelah menderita cedera ligamen kanan di Spanyol, Agustus 2014 silam. Hampir tiap malam, ia selalu menitikkan air mata meratapi nasibnya. Karena sangat stres dengan kondisi kakinya yang tak kunjung membaik, pemuda yang akrab disapa Firman ini hampir gila. Kini, Firman mengaku trauma bermain sepakbola lagi.
Layaknya anak-anak pada umumnya, sepakbola sudah Firman kenal sejak kecil. Dulu, saban sore, ia langsung menuju lapangan untuk mengikuti pendidikan sepakbola di SSB Sasana Bhakti (Sakti). Menginjak bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), Firman menimba ilmu di Akademi Wahana Cipta Pesepakbola (WCP) milik legenda Widodo Cahyono Putro.
"Dulu, setiap pulang sekolah, saya tak kembali ke rumah. Tapi langsung ke Gresik. Naik motor sendirian, Mas. Panas-panas gitu. Sampai disana, langsung latihan fisik. Capek sekali. Tapi tetap harus dijalani," cerita Firman kepada Bola.net, Rabu (15/6). Lulus dari WCP, Firman memperkuat Perseba Bangkalan, Sriwijaya FC hingga dipanggil ke Timnas U-21.
Malang memang tak dapat dihindari. Pelanggaran yang dilakukan pemain Levante kepada Firman di Piala COTIF Spanyol, Agustus 2014 silam, membuyarkan mimpi Arek Simo Pomahan ini untuk terjun ke dunia sepakbola profesional. Firman mengalami cedera sangat parah di ligamen kanannya ketika membela Timnas Indonesia U-21.
Derita Firman makin lengkap karena tak ada perhatian dari PSSI. Meski mengalami cedera ketika membela Garuda Muda, Arek Suroboyo ini tak mendapat penanganan dari PSSI. Federasi sepakbola di Indonesia itu menutup mata, telinga bahkan hatinya. Berbagai upaya sudah ia lakukan untuk meminta pertanggung jawaban PSSI. Tapi PSSI tak menggubris!
Penanganan akhirnya datang dari Sriwijaya FC U-21, klub asalnya. Setelah merengek ke pengurus dan menunggu selama dua bulan, ia naik ke meja operasi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin, Palembang. Apakah masalah sudah selesai? Belum. Sebab, operasi yang ia lakukan ternyata tak mengembalikan kaki Firman ke kondisi sebelumnya.
Anak tunggal pasangan Heri Purwoko dan Muryati ini masih merasakan sakit tiada tara di kakinya. Bahkan, hingga dua tahun setelah operasi, Firman masih sakit. Untuk jongkok saja, ia tak kuasa menahan lara. Pemuda berbadan tegap ini tak malu mengakui bahwa dirinya sering menangis saat meratapi nasibnya.
"Sering kalau itu, Mas. Sampai hampir jadi gila karena memikirkan hal itu terus menerus tiap malam. Kadang sampai mengumpat sendiri," urainya.
Tak hanya membuatnya depresi, Firman akhirnya trauma dengan sepakbola. "Kaki ini parah, Mas. Sakitnya minta ampun. Selesai sudah. Tak ada sepakbola lagi. Hati ini sudah trauma, Mas. Saya lihat bola saja sudah malas. Melihat pertandingan sepakbola juga malas rasanya, Mas. Saya trauma. Saya sakit hati. Benci. Percuma sepakbola lagi," tuturnya kesal.
Meski mengaku benci, pesepakbola 20 tahun belum bisa lupa dan lepas 100 persen dari sepakbola. Buktinya, ia masih menggunakan foto ketika mengenakan jersey Timnas Indonesia, sebagai wallpaper telepon selulernya. "Ini kenang-kenangan, Mas," tuturnya. Setelah terdiam sejenak, Firman berucap, "Sebenarnya ingin sepakbola lagi. Tapi mau bagaimana lagi. Kondisi kaki saya sudah terlalu parah."
Saat ini, Firman tak lagi mencari nafkah dari lapangan hijau. Ia memutuskan menjadi security yang bertugas menjaga bekas kantor milik perusahaan rokok dari Kediri. "Kerja sini sejak dua minggu lalu, Mas. Dibayar Rp 50 ribu per hari. Alhamdulillah. Disyukuri saja," tutup Firman seraya tersenyum. (bersambung) (faw/asa)
Simak juga kisah sebelumnya: Kisah Pilu Fachri Firmansyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar