Rabu, 22 Juni 2016

Kisah Samil, sang penutup jejak Santoso

Jenazah orang tidak dikenal (OTK) terduga teroris kelompok bersenjata Santoso dibawa untuk diotopsi di Instalasi Forensik RS. Bhayangkara, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (25/5/2016) malam.
Jenazah orang tidak dikenal (OTK) terduga teroris kelompok bersenjata Santoso dibawa untuk diotopsi di Instalasi Forensik RS. Bhayangkara, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (25/5/2016) malam. © Fiqman Sunandar /Antara Foto

Rambutnya gondrong sebahu. Kelimis tanpa kumis dan jenggot. Samil alias Nunung meski seperti orang kebanyakan, ternyata memiliki pengaruh besar dalam kelompok bersenjata Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Indonesia Timur.

Kepolisian Sulawesi Tengah merilis hasil penyelidikan terhadap peran Samil, Selasa (21/6/2016). Pemuda 22 tahun ini berperan sebagai penutup jejak kelompok Santoso.

"Samil sudah tiga tahun ikut bergabung dengan kelompok Santoso, selama dalam pelarian, Samil mengakui berperan penting, termasuk menutup atau menghilangkan jejak dari pengejaran polisi," kata Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Tengah, AKBP Hari Suprapto dilansir Antaranews.

Penutup jejak seperti Samil, bekerja untuk mengalihkan perhatian petugas agar Santoso lolos dan bebas berpindah-pindah tempat. Hari mengatakan kondisi kesehatan Samil cukup bagus, sehingga keterangannya dapat menjadi petunjuk baru untuk menangkap Santoso.

Samil bergabung dengan kelompok Santoso sejak tahun 2013. Ia terlibat secara aktif dalam kekerasan yang mengakibatkan tewasnya Fadli, warga Desa Padalembara tahun 2013 serta penyerangan anggota polisi di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara pada tahun 2013 lalu.

Samil alias Nunung masuk daftar pencarian orang (DPO) ditangkap satuan tugas Operasi Tinombala di dusun Tamanjeka, Desa Masani, Kecamatan Poso Pesisir, Kamis (16/6/2016).

Petugas menangkap Samil beberapa saat setelah waktu berbuka puasa di rumahnya. Penangkapan di bulan Ramadan itu berlangsung tanpa kontak sejata.

Samil menjadi tangkapan pertama selama Ramadan ini. Polisi tetap menggelar operasi Tinombala untuk menangkap kelompok Santoso sekaligus mengamankan ibadah puasa warga Poso. Dengan tertangkapnya Samil, kata Hari, anggota kelompok Santoso yang masih masuk DPO tersisa 21 orang, termasuk Santoso.

Kelompok Santoso yang tergabung dalam Mujahidin Indonesia Timur disebut sudah menebar teror sejak 16 Oktober 2012. Selama periode 2012 - 2014 perburuan atas Kelompok Santoso digelar tanpa sandi operasi.

Baru pada Januari 2015, operasi perburuan bersandi resmi digelar dengan nama Operasi Camar Maleo. Empat seri Operasi Camar Maleo, telah digelar, Santoso dan kawanannya tak jua berhasil diringkus. Polda Sulteng tengah menjalankan operasi mandiri bersandi Operasi Tinombala pada Januari 2016.

Berbeda dengan Operasi Camar Maleo yang berada di bawah kendali Mabes Polri, Operasi Tinombala 2016 ini dipimpin langsung Wakil Kepala Polda Sulteng, Kombes Pol Leo Bona Lubis. Dalam operasi ini juga, TNI secara resmi bergabung.

Operasi Tinombala yang mulanya akan berlangsung 60 hari, kemudian diperpanjang dua bulan setelah berakhir pada 10 Maret 2016. Operasi Tinombala jilid dua pun berlangsung sejak 10 Maret - 8 Mei 2016, sementara Operasi Tinombala jilid tiga mulai pada 8 Mei 2016 hingga dua bulan ke depan. Operasi Tinombala akan dievaluasi pada 8 Agustus 2016 mendatang.

Upaya menangkap Santoso menjadi pekerjaan rumah calon kepala Polri Komisaris Jenderal Tito Karnavian. Kepala Polri Jenderal Pol Badrodin Haiti menempatkan perburuan kelompok teroris Santoso menjadi prioritas operasi Polri.

Kepada calon Kapolri baru, ia berharap, pengejaran Santoso bisa lebih dioptimalkan. "Karena itu sudah masuk dalam quick wins kami, sehingga bagaimanapun juga tetap kami laksanakan," ujar Badrodin melalui Kompas.com.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search