DEMI keadilan, si A dinyatakan bersalah dan harus dihukum, dan demi keadilan pula, si B tidak bersalah dan harus dibebaskan dari segala tuduhan. Vonis hakim, ya begitu adanya.
Ketika hakim mengetuk palunya, tok,tok, tok, bagi yang dinyatakan bersalah, maka ekspresi kecewa, marah dan merasa tak puas. Bahkan, seorang terdakwa yang bersalah pun akan dengan lantang mengatakan 'saya tidak bersalah!' Lalu kalau nggak ngamuk, ya bisa menangis tersedu-sedu. Atau ada yang tetap tenang, sambil cengar cengir. " Nggak apa-apa dihukum sekian tahun, toh saya sudah banyak memakan uang negara!"
Dan terdakwa yang dibebaskan, dinyatakan tidak bersalah, ekspresi kegembiraan langsung memancar di wajahnya; " Terima kasih Pak Hakim," sambil sujud syukur.
Ruang sidang pengadilan adalah saksi bisu yang dari waktu ke waktu menyaksikan berbagai kasus kejahatan dari kelas teri sampai kakap. Di ruangan itulah berbagai cerita, yang sadis, menyedihkan dan mengharukan. Kalau kasus pembunuhan, jelas akan ada cerita soal dendam atau sebab musabab yang kadang sepele.
Kasus korupsi, ada cerita soal penyalahgunaan wewenang oleh pejabat, untuk memperkaya diri pribadi dan kroninya. Ada suap menyuap, ada penyelewengan proyek yang nilainya milyaran rupiah.
Nah, di ruangan sidang ini juga menjadi saksi, ketika ada terdakwa divonis bersalah, atau sebaliknya. Itu biasa. Begitulah jalannya pengadialn, yang salah harus dihukum, yang tidak bersalah, ya dibebaskan dong?
Kalau masih ada kekeliruan, misalnya yang salah dibebaskan atau sebaliknya, ya kita paham, karena hakim juga manusia.
Kan orang bijak mengatakan; 'lebih baik melepaskan seratus orang yang bersalah, dari pada menghukum satu orang yang tak bersalah!'
Nah, kita percaya, seratus orang yang bersalah tapi bebas itu bakalan mendapat hukuman yang setimpal dari Yang Maha Kuasa. Yakin, seyakin yakinnya. –massoes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar