Rabu, 25 Januari 2017

Kisah Sigit Hermawan, Dekan FEB Umsida, Bongkar Praktik Kotor Bisnis Farmasi

TANGAN Dr Sigit Hermawan SE Msi menunjuk dinding ruang kerjanya di gedung E lantai 4 Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Selasa (24/1). Di sana terpajang enam piagam penghargaan dalam bingkai pigura.

Pria kelahiran Bojonegoro, 3 Desember 1975, itu lantas berjinjit mengambil salah satu piagam. Tertulis di bagian atas ''SPECIAL AWARD'' bertinta merah. ''Ini memang yang paling spesial,'' ujar Sigit yang menjabat dekan FEB sejak 2015.

Piagam penghargaan itu dia dapatkan pada 27 April 2015 dari Universitas Ubudiyah Indonesia di Banda Aceh. Piagam tersebut berlevel internasional. Selain Indonesia, dalam konferensi gabungan itu hadir perwakilan dari tiga negara lain. Yaitu, Irlandia, Bangladesh, dan Malaysia.

''Awalnya, saya kirimkan paper. Alhamdulillah, saya lolos dan diundang ke Aceh. Ternyata saya mendapatkan penghargaan spesial, bersaing dengan 463 peserta,'' kata bapak tiga anak tersebut. Isi paper-nya membahas cara perusahaan farmasi bisa meningkatkan kualitas. Hal itu meliputi pengintegrasian manusia, struktur organisasi, dan relasi yang dijalin.

''Sembilan bulan saya lakukan riset tentang itu dengan mengunjungi sembilan tempat,'' jelas pria yang tinggal di Desa Boro, Kecamatan Tanggulangin, tersebut. ''Saingannya ketat karena paper yang dikirim peserta juga banyak. Satu peserta bisa mengirimkan lebih dari satu paper,'' ungkapnya.

Sektor farmasi memang menjadi fokus perhatian Sigit. Pada 2013, dia pernah mengungkap praktik kotor industri farmasi. Paper tersebut berhasil meraih penghargaan nasional. Terpilih sebagai paper terbaik dalam kompetisi yang diadakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya (UB) Malang. ''Terbukti, ada kongkalikong antara industri farmasi dan sejumlah dokter. Ada bisnis kotor di dalamnya,'' terang suami Sambang Pangesti tersebut.

Dalam paper-nya, Sigit mengungkap banyak temuan baru terkait dengan bisnis kotor tersebut. Praktik curang dimulai sejak pembuatan obat. Banyak obat yang komposisinya tidak memenuhi standar (TMS). Dokter juga kerap terlibat permainan kotor dengan industri farmasi. Sekalipun melanggar etika, mereka tak peduli. Yang penting menguntungkan mereka. Dokter berperan melalui resep yang dikeluarkan. Pasien diarahkan untuk membeli obat dari perusahaan farmasi yang nakal tersebut. ''Soalnya kan dokter dapat 40 persen keuntungan penjualan obat dari perusahaan farmasi,'' ucapnya.

Sigit pernah menjumpai kasus ada mahasiswa baru kedokteran yang sulit membayar biaya masuk kuliahnya. Dalam kondisi kepepet, calon dokter tadi menjadi ''makanan empuk'' perusahaan farmasi. Dia ditawari bantuan biaya kuliah dari perusahaan. Sebagai kompensasinya, setelah lulus dan berpraktik nanti, dokter muda itu harus memberikan resep obat berlabel perusahaan farmasi tersebut. ''Itu kerja samanya kontrak di atas kertas lho,'' tegas lulusan S-3 Akuntasi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya tersebut.

Ada lagi kasus lain. Saat pasien tidak butuh cek ke laboratorium, dokter tetap menyuruhnya untuk cek ke laboratorium. ''Kadang ke lab itu tidak terlalu penting, tapi diminta ke sana karena kan biayanya lumayan mahal,'' kata Sigit.

Semua kasus temuannya itu lantas didiskusikan dengan sejumlah ahli di bidang terkait. Mereka mengakui bahwa praktik tersebut memang dilarang karena menyalahi kode etik. ''Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) mengungkapkan hal serupa karena memang tidak boleh,'' ujarnya.

Lantaran isu yang diangkatnya sensitif, dia pernah menerima perlakuan yang tidak menyenangkan saat melakukan riset untuk penyusunan paper. Bahkan sampai diusir dari instansi tertentu. ''Dulu kan bawa kamera untuk merekam itu, tiba-tiba diusir,'' katanya.

Beberapa narasumbernya juga membatalkan diri. Namun, jalan keluar selalu muncul. Pintu satu tertutup, masih ada pintu lain. ''Cari sumber lain. Biasanya mantan pengurus instansi tertentu. Kan mereka sudah mantan sehingga tidak terikat perusahaan, tapi pengalamannya banyak,'' jelas Sigit.

Dua karya ilmiah Sigit di bidang yang sama sampai mendapatkan pengakuan berupa hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM). Selain menghasilkan paper, Sigit rajin menulis buku. Ada tujuh buku ajar yang sudah terbit. Di antaranya, Pengantar Akuntansi, Akuntansi Perusahaan Manufaktur, Akuntansi Perusahaan Jasa Dagang, dan Metode Penelitian Bisnis.

Ke depan, Sigit ingin melakukan penelitian pada area yang lebih luas. Yakni, kawasan Asia Tenggara. Tidak hanya berkaitan dengan farmasi, tetapi juga perbankan syariah. ''Saya awali pada 2016 dengan penelitian di kawasan Malaysia dan Singapura,'' tutur penghobi lari dan bersepeda tersebut. (*/c14/pri/sep/JPG)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search