TAJUDIN kini pantas berbahagia karena bisa kembali berkumpul bersama keluarganya. Dia dibebaskan dari ancaman vonis hukuman tiga tahun penjara setelah hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang memutuskan tidak bersalah.
Berdasar keterangan berbagai sumber, Tajudin merupakan seorang penjual cobek. Pria asal Padalarang tersebut ditangkap petugas Polres Tangerang Selatan pada Rabu 20 April 2016 dengan tuduhan mempekerjakan dua anak, yakni Cepi Nurjaman, 14, dan Dendi Darmawan, 15. Dua anak itu diketahui masih kerabatnya.
Saat ditemui di rumah sederhana yang terletak di Kampung Pojok Desa Jayamekar, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, pada Senin (16/1), Tajudin berkumpul bersama istrinya, Edah Jubaedah, 33.
Kebetulan, minggu depan diadakan selamatan atas dibebaskannya bapak tiga anak tersebut sekaligus syukuran pernikahan adik ipar Tajudin. Rumah Tajudin pun banyak didatangi warga yang menguncapkan selamat atas pembebasannya.
Dengan perasaan yang diliputi ketakutan, Tajudin menceritakan awal mula cerita pahit yang terjadi. Saat itu dia hendak pulang ke rumah kontrakan setelah berjualan cobek di Graha Bintaro, Kecamatan Pondok Aren, Tangerang. Diluar dugaan, dia langsung ditangkap petugas kepolisian dengan tuduhan mengeksploitasi anak dibawah umur.
''Saya langsung disergap polisi sewaktu pulang kerja, sekitar pukul 22.00. Polisi menuduh saya mempekerjakan anak. Padahal, tuduhan tersebut salah. Justru dua anak itu yang ngotot ikut bekerja menjual cobek dengan saya. Orang tua dua anak tersebut juga menyetujuinya,'' katanya.
Dengan air mata berlinang, Tajudin melanjutkan obrolan.Dia tidak pernah memaksa mereka berjualan. Namun, dua anak itu memohon membeli cobek dari Tajudin untuk dijual sendiri. Selain itu, Tajudin sering mengantar jemput mereka dari kontrakannya di Bintaro ke lokasi jualan.
''Sampai sekarang, saya masih terbayang berada di penjara. Badan ini lemas, nggak bisa berbuat apa-apa, suka melamun, di otak juga seolah nggak percaya sudah bebas dari penjara. Perasaan ini malu waktu bertemu warga, seolah-olah saya mencemarkan nama baik kampung ini,'' ujarnya.
Selama sembilan bulanTajudin harus berpisah dengan istri dan anaknya. Bahkan,dia tidak menyaksikan kelahiran anak bungsunya yang diberi nama Muhammad Yasin yang kini berusia 5 bulan. ''Anak bungsu saya lahir 21 Agustus 2016, berjenis kelamin laki-laki. Selama di penjara pun saya tidak pernah dijenguk keluarga. Istri lahiran juga baru diberi tahu saudara saat hadir di sidang pengadilan. Kalau nggak salah sekitar Oktober,''ungkapnya.
Sejak mendekam di penjara, tetangganya juga seolah tidak percaya Tajudin mempekerjakan anak di bawah umur. Dukungan pembebasan Tajudin banjir dari tetangga dan warga desa. Hingga 24 kali menjalani sidang, keluarganya bahkan beberapa kali rela menggadaikan barang untuk sekadar bertemu Tajudin di pengadilan.
''Saat dipenjara, teman-teman lebih mengenal saya sebagai Mang Cobek. Sebab, saya terkena kasus jualan cobek. Sejak berjualan cobek di Tangerang pada 2005, saya nggak pernah menemui masalah, baru kena cobaan ya waktu ditangkap polisi itu. Nah, salah saya apa? Cuma berjualan untuk menghidupi istri dan anak walau penghasilan yang dibawa ke rumah paling hanya Rp 500 ribu,'' jelasnya.
Didampingi kuasa hukumnya, Tajudin berencana kembali mendatangi PN Tangerang untuk mengambil barang bukti yang disita polisi. Diantaranya, STNK motor, STNK mobil sewaan yang digunakan untuk mengangkut cobek, SIM A dan C, ratusan cobek, serta menuntut rehabilitasi nama baiknya.
''Kalau mengenai pekerjaan berikutnya, saya belum memikirkan. Saya juga nggak mau lagi jualan jauh-jauh ke Tangerang, sudah trauma. Paling sekarang istirahat dulu di rumah sambil mengasuh si bungsu,'' lanjutnya.
Sementara itu, Edah mengaku senang dengan pembebasan suaminya. Sebab, mereka bisa kembali berkumpul dengan anaknya, Lilis Suryani, 18, dan Samsul Irawan, 14, yang masih duduk di bangku sekolah menengah serta si bungsu. ''Senang sekali. Saya percaya suami nggak pernah bersalah,'' tegasnya.
Selama sembilan bulan ditinggal Tajudin, Edah terpaksa mencari penghasilan kesana-sini untuk makan sehari-hari dan kebutuhan sekolah anak-anaknya. Sesekali, tetangga yang prihatin turut memberikan makanan alakadarnya.
''Kalau untuk SPP Lilis dan Samsul, untung ada saudara yang memberikan bantuan, jadi enggak terlalu memberatkan saya,'' kata Edah yang dinikahi Tajudin pada 1996. (*/din/c22/ami)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar