Senin, 06 Maret 2017

Balaknama, Koran Anak Jalanan di India

Diperkirakan ada sekitar 150 juta anak jalanan yang rentan mengalami kekerasan dan dieksploitasi di seluruh dunia.

Di India sendiri ada lebih dari 10 juta anak yang hidup di jalanan dan terpaksa bekerja.

Tapi di New Delhi, sekelompok anak jalanan punya bisnis yang unik - menerbitkan surat kabar mereka sendiri.

Kita simak laporan yang disusun Jasvinder Sehgal dari New Delhi berikut ini.

Sekelompok anak berkumpul untuk rapat redaksi. Mereka sedang membahas berita apa saja yang akan naik dalam koran bulanan mereka. 

Di dalam rapat, tiap anak membawa laporan tentang anak-anak yang tinggal dan bekerja di jalanan. 

Dan bulan ini adalah edisi khusus untuk memperingati Hari Anak Jalanan Internasional yang dirayakan setiap 12 April.

Nama koran itu Balaknama yang berarti 'suara anak-anak'. 

Para reporter yang berasal dari daerah kumuh ini berbagi kisah mereka dengan dewan redaksi.

Chandni adalah editor Balaknama, usianya 17 tahun. Dia punya laporan mengenai anak-anak yang tinggal di stasiun kereta api.

"Beberapa dari mereka bercerita kalau polisi memaksa anak-anak di stasiun kereta api memunguti ceceran tubuh orang-orang yang mati di rel kereta. Ini sangat berbahaya bagi anak-anak. Mereka bercerita kalau menolak, polisi akan mengusir mereka dari stasiun," ungkap Chandni. 

Chandni bergabung dengan Balaknama sejak 2008.

Sebelumnya, ia berjualan bunga di lampu merah untuk mendapat uang. Itu ia lakoni pasca ayahnya meninggal. Dia mengaku, beruntung bertemu relawan dari LSM Chetna.

"Mereka mendorong saya untuk bersekolah dan memberi uang saku agar saya tidak perlu bekerja lagi di jalanan. Mereka juga melatih saya sebagai reporter surat kabar mereka, Balaknama, yang dikelola oleh anak-anak yang tinggal dan bekerja di jalanan," kisah Chandni.


Balaknama mengangkat beragam isu seperti kekerasan seksual pada anak, buruh anak dan kebrutalan polisi.

Pertama kali terbit, koran ini hanya berisi empat halaman hingga kemudian bertambah dua kali lipat. 

Surat kabar ini juga didistribusikan ke penjuru kota kata Chandni.

"Koran ini kami kirimkan ke kantor polisi, aktivis hak anak dan kantor pemerintahan. Harganya sekitar 300 rupiah. Tapi untuk anak-anak jalanan kami bagikan gratis."

Total ada 70 repoter yang menggarap Balaknama dan mayoritas usia mereka antara 12-18 tahun. 

Mereka tinggal di Delhi dan negara bagian tetangga seperti  Haryana, Madhya Pradesh dan Uttar Pradesh. 

Para reporter itu kebanyakan anak jalanan yang direkrut dari pusat belajar LSM Chetna --sebuah kelompok yang ingin memperbaiki masa kecil anak lewat aksi dan pelatihan.

Seperti Liza, usianya baru 13 tahun. Sebelum bergabung dengan Chetna, dia menjadi pemulung dan pengemis di stasiun kereta api.

"Saya kecanduan rokok, alkohol dan ganja. Saya dulu sering tidur di stasiun kereta api dan jarang pergi ke rumah. Lalu saya berkenalan dengan relawan Chetna. Mereka bercerita tentang Balaknama. Mereka bilang kalau saya mau bergabung saya harus menghentikan semua kebiasaan buruk saya. Saya berhasil melakukannya dan sekarang saya bersekolah dan duduk di kelas 8," tutur Liza.

Reporter Balaknama terbagi dalam dua kategori.

Reporter yang tidak bisa menulis dikenal dengan nama 'repoter oral'. Mereka mendiktekan kisah mereka pada repoter yang bisa menulis.

Liza awalnya 'repoter oral'. Tapi sekarang, dia sudah dipromosikan menjadi penulis. Ia pun bercerita tentang karya terbaiknya.

"Laporan terbaik saya sejauh ini adalah tentang upaya penyelamatan empat buruh anak. Usia mereka baru 6 atau 7 tahun dan bekerja di sebuah restoran di pinggir jalan. Mereka diselamatkan LSM saya dan saya membuat laporannya di surat kabar kami," kata Liza.

Tak disangka, laporan-laporan di Balaknama kerap diangkat media arus utama di India.

Salah satu laporan terbaru bahkan ditindaklanjuti Komite Nasional untuk Perlindungan Hak Anak  India ke polisi.

Editor Chandni berharap korannya bisa terus memberdayakan anak jalanan di India, dengan terus menyuarakan kisah mereka. 

Yang pada akhirnya koran ini akan menciptakan perubahan yang nyata dalam hidup anak-anak jalanan.

 

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search