Morbaqi mendapat tugas gabungan dalam satu detasemen anti-teror, dibentuk secara rahasia oleh Lembaga Keamanan Dunia, dengan nama sandi 'Lima Bintang'. Detasemen itu terdiri dari berbagai bangsa dengan jumlah personel 105 orang.
Morbaqi dan empat orang lagi perwira tentara dari Indonesia, bergabung dengan detasemen itu atas permintaan Lembaga Keamanan Dunia tersebut, kelimanya dinyatakan lulus dengan sangat memuaskan.
'Lima Bintang', detasemen khusus di bawah kendali Amerika Serikat dan Lembaga Keamanan Dunia. Berbagai misi rahasia telah mereka tuntaskan dengan baik, selalu sukses melakukan tugas-tugas rahasia penyelamatan kemanusiaan, ditingkat pejabat tinggi dan warga asing di sebuah negara.
Setelah Peristiwa 1979 di Beirut, keberadaan detasemen itu diketahui pers internasional, tak lama kemudian detasemen itu dibubarkan pada pertengahan 1980an. Morbaqi dan timnya dari Indonesia menerima penghargaan sangat memuaskan dari Lembaga Keamanan Dunia.
Morbaqi pensiun dari ketentaraan melanjutkan hidup dengan cacat permanen pada bagian wajah dan tubuhnya. Karzia isterinya semakin mencintainya, profesinya sebagai guru sekolah taman kanak-kanak, mengajar di sekolah milik keluarga besarnya turun temurun.
Morbaqi meneruskan hobi melukis menggunakan tangan kirinya, dengan susah payah latihan melukis merubah arah melukis dari tangan kanan menggunakan tangan kirinya kini, hanya memiliki dua jari. Tangan kanannya sudah tak lagi ada. Kehidupan Morbaqi senantiasa bahagia dari tunjangan pensiunnya dan gaji Karzia sebagai guru sekolah taman kanak-kanak.
Evolia, satu-satunya anak perempuan Morbaqi dan Karzia. Menjadi guru pula ikut suaminya keturunan Asia-Eropa, tinggal di Melbourne-Australia dan anak lelaki mereka satu-satunya cucu Morbaqi. Evolia, secara berkala menyisihkan dari tabungannya, mengirimkan cat minyak untuk Ayahnya melukis. Suatu berkat kasih sayang senantiasa disyukuri Morbaqi dan Karzia.
.
Kehidupan berjalan sebagaimana lazimnya. Malam menjadi siang, menjadi pagi esoknya indah bagi Morbaqi dan isterinya. Waktu tanpa terasa membawa pada peresmian pameran tunggal perdana lukisan Morbaqi, di Galery kelas menengah.
Pameran berjalan cukup sukses. Pasangan cinta itu sangat bersyukur atas hasil penjualan dari pameran lukisan Morbaqi. Mereka tetap hidup sederhana dan tidak sombong. Nama Morbaqi semakin melangit sebagai artis pelukis. Karzia tetap mengajar di sekolahnya, tetap bersepeda kesayangannya. Morbaqi semakin produktif, menuju kesuksesannya.
Morbaqi mengenal Karzia sebagai wanita amat cantik keturunan Cina-Asia-Amerika. Morbaqi lelaki ganteng keturunan Amerika-Indonesia bagi Karzia tentu saja, mereka bertemu ketika waktu Amerika, saat ajang festival budaya Indonesia-Amerika di Washington DC.
Seiring perjalanan waktu mereka menikah di negeri Uncle Sam itu. Tanpa terasa usia perkawinan mereka memasuki ke 65 tahun. Tuhan menghendaki lain. Karzia lebih dahulu meninggalkan Morbaqi akibat penyakit paru kronis.
Setelah lima tahun kepergian Karzia. Morbaqi wafat pada usia 79 tahun. Mereka tetap berdampingan sebagai pasangan satu cinta, di makamkan persis bersebelahan dengan makam Karzia, wanita penyayang suami.
Pasangan suami isteri itu tak suka bergunjing, tak pernah berselingkuh sekalipun dengan mata dan suaranya. Keduanya saling sayang sepenuh cinta dan saling menghormati. Keduanya amat saling mengagumi sepanjang waktu.
Evolia, anak perempuan mereka dan keluarganya meletakan karangan bunga, berdoa bagi kedua orang tuanya.
Morbaqi dan Karzia, dari surga melihat cucunya tumbuh gagah dan ganteng, telah menjadi lelaki dewasa berpangkat Mayor Jenderal, turut hadir bersama isteri dan satu anaknya.
Michael Chang suami Evolia, menggandeng cucu mereka. Kebahagiaan anak cucu dan menantu keluarga besar itu meninggalkan makam Opa dan Oma, Ayah Evolia, membawa kenangan dalam cinta penuh warna kasih terindah bagi keluarga itu. (ded/ded)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar