Suara.com - Nasib baik akan selalu mengikuti orang yang berkukuh dalam pendirian, begitulah adagium yang tampak pas mengiaskan kisah Febriyanti Siahaan. Gadis itu akhirnya diterima program Studi Farmasi Universitas Gadjah Mada dan diperkenankan kuliah tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun.
Situasi perekonomian keluarganya sangat sulit, sehingga tak memungkinkan dirinya bisa melanjutkan sekolah di tingkat universitas. Padahal, sejak dulu ia bercita-cita menjadi seorang farmakolog atau ahli farmasi.
"Saya selama ini selalu ingin kuliah, tapi keluarga selalu bilang tidak usah lah, kuliah itu hanya untuk orang yang mampu. Waktu tahu saya dapat UKT 0, saya langsung peluk orang tua saya, saya bilang kepada mereka, kalau saya bisa kuliah tanpa harus membayar uang kuliah," ujar Febri saat ditemui di rumahnya di kawasan Batu Aji, Kota Batam, Senin (5/6/2017) lalu.
Sejak masih duduk di bangku SMA, Febri telah memantapkan hati ingin melanjutkan studi di bidang farmasi. Sebab, ia memercayai ilmu itu kelak bisa memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi masyarakat.
Namun, setiap kali ia menuturkan cita-citanya ini kepada kedua orangtuanya, lagi-lagi persoalan ekonomi menjadi penghalang.
Kedua orang tua Febri mendorongnya untuk langsung bekerja selepas lulus SMA. Orangtuanya menyarankan, Febri baru memikirkan melanjutkan sekolah di universitas kalau sudah bisa mengumpulkan banyak uang.
Karena itu, ia sengaja diam-diam mendaftarkan diri di UGM melalui jalur SNMPTN karena takut hal tersebut akan menambah pikiran kedua orangtuanya.
"Bagi saya kuliah itu harus, karena dengan kuliah bisa berkembang. Tapi kalau orangtua sudah bilang seperti itu kan tidak mungkin dipaksa. Jadi, saya hanya bawa dalam doa saja, dan benar-benar tidak menyangka, saya akhirnya bisa kuliah di kampus yang saya inginkan," ungkap anak bungsu dari empat bersaudara ini.
Febri menuturkan, kedua orangtuanya tak mampu membiayai kuliahnya karena tidak bekerja. Ayah Febri yang sebelumnya bekerja sebagai satpam perumahan di daerah Nagoya, Batam, harus berhenti beberapa tahun yang lalu lantaran sakit.
Sementara sang ibu yang sempat membuka kios kecil di depan rumah, juga harus gulung tikar karena sedikit modal yang ia miliki akhirnya habis dipakai untuk menutup keperluan lain.
Untuk kebutuhan sehari-hari, mereka hanya bisa mengharapkan dukungan dari kakak-kakak Febri yang sudah bekerja.
"Sebenarnya kami makan pun tidak sampai harus mengemis, tapi kalau untuk mengeluarkan biaya besar untuk kuliah memang tidak bisa. Kalau misalnya kemarin saya lolos di UGM tapi dapat UKT yang tinggi pasti harus saya lepas," ucap Febri lirih.
Rentejer Panjaitan, ibunda Febri, tidak kuasa menahan tangis ketika ia menceritakan kegigihan sang putri untuk berkuliah.
"Setiap orang tua pasti ingin anaknya kuliah, supaya nanti hidupnya tidak susah seperti orang tuanya. Tapi kembali lagi kan anak-anak tidak tahu situasi di rumah seperti apa, jadi saya bilang mau kuliah bayar pakai apa, apa mau jual rumah. Saya bilang sama Febri, tidak ada uang, nak, tidak usah kuliah, nanti saja cari kerja dulu," kenang Rentejer.
Kekinian, menjelang keberangkatan Febri untuk menempuh kuliah di UGM, sang ibunda menitipkan pesan dan harapan, agar kesempatan yang berharga ini benar-benar dimanfaatkan secara baik.
"Tidak semua orang bisa dapat kesempatan seperti ini. Ini adalah berkat Tuhan. Jadi rajinlah belajar, waktunya dimanfaatkan supaya dia bisa berhasil nantinya," ucap Rentejer. (rez/rilis Humas UGM/Gloria)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar