
Laporan Wartawan Tribun Manado Valdy Vieri Suak
TRIBUNMANADO.CO.ID, RATAHAN - Memasuki lokasi pengolahan emas di Desa Ratatotok Utara, Minahasa Tanggara (Mitra) terlihat banyak orang berada dalam lubang yang penuh lumpur.
Bukan anak-anak yang sedang bermain. Mereka adalah pekerja pengumpul limbah sisa olahan emas atau biasa disebut warga sekitar ampas.
Seperti yang dilakukan Ateng Sambuaga, limbah yang sudah tercampur merkuri itu hampir setiap hari menempel di kulitnya.
Kadang ia pun sulit dikenal saat berada dalam lubang. Dari ujung kaki sampai ujung rambut penuh dengan lumpur. Hanya bola mata dan gigi terlihat putih.
Meski begitu pekerjaan yang cukup berbahaya ini, baginya itu lumbung rejeki. Kerjanya hanya menggali dan memasukkan lumpur kedalam karung dan akan kembali diolah.
Sehari ia dan satu rekannya mampu mengisi 400 karung. "Ada yang dihargai Rp 1.500 perkarung ada juga yang Rp 2.000. Jadi bisa dapat sampai Rp 800 ribu perhari," katanya.
Dia mengaku mulai bekerja pada pukul 08.00 Witahingga pukul 17.00 Wita. "Jadi tidak sampai malam, hanya sampai sore hari saja," jelasnya.
Meski mengobok-obok lumpur bercampur merkuri, namun ia mengaku tak berbahaya. "Sering saya kerja seperti ini. Namun biasa saja tidak pernah sakit, yang penting habis kerja mandi sampai bersih," katanya.
Katanya, kesulitan bukan karena adanya merkuri tapi pada kedalaman lubang. "Kadang kalau lubang yang dalam, saya kesulitan memasukan dalam karung," jelasnya.
Ia pun mengaku pekerjaan tersebut menjadi paling utama baginya. Selain mudah, hasil yang didapat juga banyak. "Kalau kerja ditambang tidak tentu, lebih baik seperti ini sudah tahu hasil yang akan didapat," jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar