Setelah Raditya Dika dan Ernest Prakasa, satu komika lain terjun menjadi sutradara. Dialah Soleh Solihun yang mencoba peruntungan dalam film Mau Jadi Apa?, yang akan tayang pada 30 November nanti.
Dalam film bergenre komedi itu, Soleh menjadi sutradara bersama Monty Tiwa. "Gue punya cerita, Monty mewujudkan ide gue lewat hal yang berbau teknis.
"Dia menerjemahkan kreativitas gue menjadi visual," ujar Soleh setelah penayangan perdana film Mau Jadi Apa? untuk kalangan pers di Epicentrum XXI, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (17/11/2017).
Soleh punya cerita, sebab Mau Jadi Apa? merupakan kisah nyata sang komika yang dimulai saat masuk kuliah di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Fikom Unpad), Bandung, pada 1997.
Saat itu, seperti sebagian besar pemuda sebayanya, Soleh mengalami krisis jati diri. Ia bingung mau jadi apa.
Bersama sahabat-sahabatnya Lukman (Boris Bokir) si jago gambar, Marsyel (Adjisdoaibu), si "Ali Topan KW" yang selalu sial, Eko (Awwe) si penggila musik yang doyan mencela, Fey (Anggika Bolsterli) si blasteran yang cantik namun sedikit gila, serta si mulut besar Syarif (Ricky Wattimena), Soleh akhirnya menemukan passion dengan mendirikan majalah kampus alternatif.
Namun mengelola majalah Karung Goni tidak mudah. Mereka harus menghadapi anak-anak Fakta Jatinangor, majalah super serius yang lebih awal eksis.
Apalagi Soleh dan kawan-kawan punya masalah pribadi. Soleh harus berjuang merebut hati Ros (Aurelie Moeremans), Slanker cantik yang ditaksirnya sejak masa Ospek.
"Ketika kita mengerjakan yang dicintai, ketemu tuh jawaban mau jadi apa," ucap Soleh. Ihwal ia terjun menggarap kisah pribadinya adalah perkenalannya dengan produser Chand Parwez dalam film Cinta Brontosaurus pada 2012.
"Banyak film bercerita dari zero menjadi hero. Yang menarik, di sini (film Mau Jadi Apa?, red.), orang-orang aslinya memang ada," timpal Parwez menunjuk Lukman, Marsyel, Eko, dan Syarif asli yang turut menghadiri konferensi pers.
"Waktu Pak Parwez minta gue jadi sutradara, gue kan enggak punya pengalaman teknis. Meskipun gue tau cerita, gue sadar diri. Sutradara komedi yang paling cocok dengan gue itu Monty Tiwa. Monty bisa kasih ide biar adegan jadi lebih lucu," jawab Soleh.
Kebetulan Monty dan Soleh pernah beberapa kali kerja bareng. Salah satunya dalam film Shy Shy Cat (2016).
"Saya dan Kang Soleh sudah terlibat dalam beberapa proyek, kami sudah ada ikatan batin. Itu fondasi bagus untuk memulai kerjasama baru. Saya jamin Soleh adalah salah satu sutradara masa depan yang sangat bagus. Dan saat itu mungkin saya bakal minta job sama dia, hahaha...," jelas Monty.
Selain menjadi sutradara bersama Monty, Soleh juga ikut menulis naskah bersama Agasyah Karim dan Khalid Kashogi. "Dari menulis mulai bulan Mei, skripnya locked pas Lebaran, Juni. Juli persiapan, Agustus syuting. Cepat karena gue sudah tahu mau cerita apa," ujar pesohor berusia 38 ini.
Adapun keputusannya untuk mengangkat kisahnya sendiri berhubungan dengan kariernya sebelum menjadi komika. Selama tujuh tahun, Soleh sempat menjadi jurnalis majalah Trax Magazine, Playboy Indonesia, dan Rolling Stone Indonesia.
"Gue belum bisa nulis fiksi. Selama jadi wartawan, gue menulis yang gue alami dan rasakan. Nah, dari pengalaman gue, zaman kuliah itulah yang bisa dibagi dan ada inspirasinya," tutur lelaki asli Bandung ini.
Masih berhubungan dengan kesukaannya pada sesuatu yang otentik, Soleh menyatakan bahwa 70 persen syuting dilakukan di Jatinangor, Bandung, lokasi kampus Unpad. Dalam film, ia mengupayakan untuk seasli mungkin dengan kampus aslinya.
"Ini mungkin film pertama yg disetujui rektorat untuk memakai nama 'Unpad'," tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar