Kebutuhan ekonomi memaksa perempuan 53 tahun ini turun ke jalan mempraktikkan kemampuan suaranya. Dia berkisah, Abah Amid (65) yang merupakan suaminya, pernah satu rombongan musik bersama Darso seniman Sunda yang terkenal dengan tembang 'Dina Amparan Sajadah'.
"Suami lebih dulu main kecapi di tempat ini. Dia dulunya satu grup dengan Kang Darso. Setelah Darso meninggal dunia, grupnya pecah dan banyak jadi musisi jalanan, termasuk suami saya. Karena sekarang suami sakit-sakitan, akhirnya sekarang saya yang nempatin. Sudah dua tahun di sini," kata perempuan yang dikenal dengan sebutan Umi Kecapi ini kepada detikcom di Gang Uncal, Sabtu (18/11/2017).
Pejalan kaki berbagi rezeki untuk Umi Kecapi saat melintas di Gang Uncal. (Foto: Syahdan Alamsyah/detikcom) |
"Saya lihat di televisi atau dengar di radio. Kemudian pelan-pelan saya ikutin. Setelah itu saya minta izin ke suami mau nempatin gang tempat dia main kecapi sampai hari ini," ujarnya.
Minggu pertama menyinden Umi Kecapi mengaku pernah mendapat uang Rp 250 ribu. Namun makin hari orang yang mau berbagi rezeki kian berkurang.
"Saya bukan mengemis. Saya hanya mempraktikkan apa yang saya bisa. Masalah uang atau penghasilan, sudah ada yang atur. Sekarang sehari saya bisa dapat 15 sampai 20 ribu rupiah. Saya ingin kembali memperdengarkan seni budaya Sunda lewat menyinden di jalanan, uang itu saya bawa pulang kadang beli beras dengan lauknya, lalu makan berdua dengan suami," tuturnya.
Umi Kecapi hadir di Gang Uncal Sukabumi. Lewat penguras suara, dia menyinden. (Foto: Syahdan Alamsyah/detikcom) |
"Saya tidak ingin menghinakan diri di usia saya yang sudah tua. Ini wadah buat uang saja enggak pernah saya asong-asongkan ke pejalan kaki yang lewat sini," ujar Umi.
Jelang tengah siang, nyanyian Umi Kecapi kembali menyayat lewat pengeras suara. Sesekali suaranya parau ketika menaiki undakan nada-nada tinggi. Meski suaranya kadang sumbang, semangatnya untuk melestarikan seni Sunda layak untuk diapresiasi. (bbn/bbn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar