Senin, 25 Juli 2016

Kisah Sukses Peter Gins Jadi Pengusaha

Solo — Bekerja keras sejak dini. Hal itulah yang dilakukan Peter Gins, sebelum menjadi pengusaha sukses dan fotografer terkenal yang telah malang melintang di berbagai negara. Laki-laki kelahiran Solo ini mengaku mengawali karir usahanya dari nol. Yaitu bekerja sebagai pedagang kaki lima, dengan berjualan kue pukis dipinggir jalan.

Alumnus SMA Warga ini mengaku tertarik beriwirausaha secara mandiri, karena tidak ingin membebani orang tua. Saat merintis usaha dengan berjualan kue pukis itu, Peter mengaku masih duduk di bangku SMA. Di sela kesibukan belajarnya sebagai anak sekolah, Peter sudah rela membagi waktu demi mencari uang saku tambahan daripada menghabiskan waktu untuk bermain layaknya anak seusianya.

"Awalnya sempat membantu orang tua, dengan membantu berjualan di toko kelontong. Namun karena merasa tidak nyaman, akhirnya saya putuskan untuk membuat usaha sendiri dengan berjualan kue pukis," ujar bapak dua anak ini kepada Timlo.net, baru-baru ini.

Sebelum terjun sebagai pedagang kaki lima, Peter awalnya juga mengaku sempat dilarang oleh orang tua. Dengan alasan diragukan kemampuannya, karena belum memiliki pengalaman kerja sebelumnya. Namun karena keinginan sudah bulat, dan memang tidak pernah ingin dibenaknya untuk bekerja dengan orang lain, akhirnya ia nekat agar dapat membuktikan diri kepada keluarga.

"Waktu itu orang tua sempat menyarankan agar mencari pengalaman kerja dulu, agar nanti kalau niat berwirausaha sudah punya bekal dan pengalaman. Namun karena saya tidak ingin mengabdi untuk orang lain, akhirnya saya putuskan untuk tetap membuka usaha sendiri, walaupun hanya sebagai PKL akan saya jalani," ungkapnya.

Saat menjadi PKL itu, banyak suka duka yang ia rasakan. Mulai dari bangun pukul 03.00 WIB demi membuat adonan, serta kejar-kejaran dengan petugas dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) karena ingin ditertibkan lokasinya dan lain sebagainya.

Namun semua pengalaman suka duka itu tidak menjadikannya surut dalam berusaha. Bahkan demi tetap ingin berjualan, ia mengaku sempat melakukan petak umpet dengan para petugas di lapangan.

"Jadi karena seringnya penertiban, kalau ada petugas yang beroperasi saya dibantu warga sekitar menyembunyikan dulu barang dagangan. Setelah petugas pergi saya berjualan lagi," jelasnya sambil tersenyum.

Dari usaha berjualan kue pukis itu, Peter mengaku cukup banyak dapat meraup keuntungan. Bahkan dalam sebulan, keuntungan yang didapat bias digunakan untuk membeli dua sepeda motor bebek sekaligus.

"Karena waktu itu kue pukis cukup booming dan masih jarang yang berjualan, sehingga pembelinya cukup ramai. Karena keuntungan yang didapat juga lumayan, saya juga sempat memberdayakan ibu-ibu di kampung sekitar rumah untuk membantu mempersiapkan bahan adonan yang akan digunakan untuk berjualan," ungkapnya.

Setelah hampir dua tahun menjadi PKL dan tak jarang harus kejar-kejaran dengan para aparat, akhirnya keluarga, khususnya orang tua mendukung. Dengan tujuan bisa dikembangkan agar bias lebih besar. Bahkan menawarkan rumah yang dihuninya kala itu untuk tempat membuka usaha.

Usahanya kemudian berlanjut dan tambah besar. Karena ada saudara yang tertarik untuk bekerjasama dengan membuka usaha kuliner, yang sekarang terkenal dengan brand Bakmi Surabaya.

"Jadi kurang lebih sekitar 20 tahun yang lalu, konsep usaha yang saya lakukan berubah total. Dari sebelumnya hanya mangkal dipinggir jalan, menjadi punya tempat baru yang lebih luas dan nyaman karena disuruh memanfaatkan rumah tinggal," ujarnya.

Karena kegigihan menjalankan usaha tersebut, kini Peter juga sudah mampu melakukan ekspansi bisnis. Yaitu dengan membuka 12 cabang outlet Bakmi Surabaya miliknya, yang tersebar di berbagai daerah di Jawa Tengah.

Menjadi fotografer

Disela kesibukannya menjalankan usaha, sekitar 10 tahun yang lalu, Peter juga mulai menekuni kembali hobi kecilnya menggunakan kamera dengan menjadi fotografer. Ketertarikannya menjadi fotografer, berawal saat dirinya waktu masih kecil sering mengotak-ngatik kamera ayahnya. Karena waktu itu, orang tuanya sempat memiliki kamera Minolta yang sering digunakan untuk foto-foto bareng dengan keluarga.

"Waktu masih berumur belasan tahun itu, saya sering coba-coba kamera orang tua. Dan ternyata ada semacam chemistry dengan dunia foto. Oleh karena itu saya tertarik untuk menekuninya," ungkap dia.

Karena secara finansial sudah cukup longgar, aktivitas menekuni hobinya itu pun menjadi semakin intens dilakukan. Bahkan tak jarang, berbagai pelatihan dan workshop fotografer di Jakarta sering diikutinya, agar dapat memperdalam kemampuan dalam memotret.

Meskipun belajar secara otodidak, namun karena ketekunan dan pengalamannya kini ia berhasil menjadi salah satu fotografer yang cukup diperhitungkan. Bahkan tak jarang para artis terkenal, termasuk coporate memanfaatkan jasanya.

"Kalau foto model mungkin sekarang sudah tidak bisa dihitung lagi berapa jumlahnya. Sedangkan untuk artis, diantaranya adalah Diah Ayu Permatasari dan Syahrini pernah pake jasa saya," terangnya.

Sementara itu untuk corporate, berbagai mall dan hotel seperti The Park, Hartono, Alana dan Fave semua juga memanfaatkan jasanya. Mereka tertarik, karena hasil jepretan fotonya sesuai dengan criteria yang diinginkan.

Karena kemahirannya itu, ia juga kerap diorder untuk memotretkan berbagai even di luar negeri. Seperti Tiongkok, Australia, Amerika dan Prancis tak jarang ia sambangi, selama menjalani profesi sebagai seorang fotografer. Bagi dirinya, menjadi seorang fotografer tidak cukup hanya berbekal teori. Semua harus dipraktekan, karena dari sana ada banyak pembelajaran yang bisa didapatkan.

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search