Kamis, 01 Maret 2018

Kisah Pilu Mahasiswi Nabire Mendapat Ijazah Palsu STT Injili Arastamar

Korban ijazah palsu STT Injili Arastamar Emelin Angke dan kuasa hukumnya Sabar Ompu Sunggu, Rabu (28/2) (DIMAS NUR APRIYANTO/JAWA POS)

TERIAKAN yang mengharapkan keadilan menggema di luar Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (28/2). Belasan orang menaikkan beberapa tulisan yang terbuat dari bahan seadanya seperti kardus. Kemudian ditempeli kertas bertulisan: Tangkap Mafia Pendidikan. 

Mereka adalah warga Nabire, Papua yang tinggal di Jakarta beberapa tahun ini. Suara mereka lantang. Berharap ada keadilan yang menghampiri untuk tiga orang korban ijazah palsu. "Itu yang jadi korban teman kami. Kami tidak mau pulang," terang Kusin, salah seorang peserta aksi. 

Kusin adalah salah satu dari belasan warga Papua yang mendampingi tiga korban ijazah palsu. Yakni, Ernawati Vivianne, Emelin Angke, dan Paulus Moi. Mereka berteriak lantang di pengadilan karena ijazah dari Sekolah Tinggi Teologi (STT) Injili Arastamar, Banten, dianggap palsu.

Siang itu, persidangan terdakwa Matheus Mangentang dan Ernawaty Simbolon untuk kali ketiga digelar. Keduanya merupakan petinggi dari STT Injili Arastamar. Matheus adalah rektor di sekolah itu. Sedangkan, Ernawaty pernah jadi direktur periode 2003 – 2009.

Keduanya menjadi pesakitan di pengadilan karena dilaporkan oleh tiga warga Papua yang merasa tertipu dengan sekolah itu. Ijazah yang mereka terima, tidak diakui oleh tempat bekerja. ''Ijazahnya tidak bisa digunakan," kata Emelin dengan mata berkaca-kaca, kemudian air matanya menetes.

Dia masih ingat betul ketika dinyatakan lulus dari STT Injili Arastamar pada 2008. Usahanya untuk belajar di Banten sejak 2006 setelah terbang ribuan kilometer dari Papua tidak sia-sia. Ijazah pun dikantonginya. Emelin lantas mencoba untuk mendaftar sebagai CPNS di Papua.

 "Ternyata, ijazahnya tidak bisa digunakan," kenangnya dengan mata berkaca-kaca. Kemudian, air matanya berurai. 

ijazah palsu, ijazah palsu STT injili Arastamar, Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar, ijazah STT injili Arastamar, Matheus Mangentang, Ernawaty Si

Korban ijazah palsu STT Injili Arastamar Emelin Angke dan kuasa hukumnya Sabar Ompu Sunggu, Rabu (28/2) (DIMAS NUR APRIYANTO/JAWA POS)

Saat itu, dia tidak tahu apa yang salah dengan ijazahnya. Sebab, saat mendaftar kuliah, kampus memastikan menyatakan bila ijazah STT Injili Arastamar bisa digunakan untuk melamar kerja. "Saya ikut program pemerintah di Nabire untuk sekolah di STT ini. Tapi, dengan biaya sendiri," ujarnya. 

Untuk informasi, dari kerja sama pemerintah Nabire ada keistimewaan. Bahwa calon mahasiswa tidak perlu melakukan tes. Jadi, bisa langsung masuk kuliah. Namun, untuk biaya kuliah dan hidup di Banten, memang dikeluarkan sendiri.

Kini ijazah diploma dua itu hanya bisa dia ratapi dengan doa. Emelin menyebutkan, dirinya mengeluarkan banyak biaya untuk mendapatkan ijazah itu. Total biaya selama dua tahun angka yang besar baginya. "Biaya pendaftaran Rp 1,5 juta. Biaya setiap bulan (SPP) Rp 250 ribu dan untuk mengambil ijazah Rp 303 ribu," paparnya.

Bila dihitung dengan durasi belajar diploma selama dua tahun, berarti total rupiah yang dikeluarkan pada 2006 untuk belajar mencapai Rp 7.803.000. Tentu, itu tidak termasuk biaya hidup yang mahal. "Saya sampai jual ternak, tanah. Sekarang, saya harus hidup numpang di Jakarta. Nunggu kasus ini selesai," katanya. 


Emelin mengaku ingin kasus itu cepat selesai. Impiannya mendapat kerja layak dari ijazah kuliah pupus. Apalagi, usianya kini sudah menginjak kepala empat. Dia berharap agar terdakwa masuk jeruji besi untuk mempertanggungjawabkan perbuatan.

ijazah palsu, ijazah palsu STT injili Arastamar, Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar, ijazah STT injili Arastamar, Matheus Mangentang, Ernawaty Si

(KOKOH PRABA/JAWAPOS.COM)

Saat sidang perdana pada 14 Februari lalu, majelis hakim membeberkan peran keduanya. Penasihat hukum korban, Sabar Ompu Sunggu, menuturkan, pihaknya sangat kecewa dengan majelis hakim. Sebab, kedua terdakwa masih berkeliaran.

Dia menyebut seperti tidak ada upaya penahanan bagi para terdakwa. "Dulu, saat berkas di kepolisian, terdakwa juga tidak ditahan," terangnya, saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. 

Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta Utara itu menjelaskan, harusnya, terdakwa ditahan. Sesuai aturan hukum, dengan ancaman hukuman penjara di atas lima tahun, terdakwa harus ditahan. 

Ketentuan penahanan telah dipaparkan dalam KUHAP. Tepatnya, pada Pasal 205 ayat 1 KUHAP. Kemudian diperjelas pada Pasal 21 ayat 4 KUHAP. Kedua regulasi itu menyatakan, penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. 

Nah, Matheus Mangentang dan Ernawaty Simbolon diancam hukuman sepuluh tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. karena melanggar Pasal 67 ayat 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang sistem pendidikan nasional Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke I KUHP.

Sabar menambahkan, sebenarnya, dalam kasus penipuan ijazah palsu itu ada banyak korban yang belum melapor. Sabar mengklaim jika total korban mencapai 654 orang.

"Itu kalau melapor semua, pasti parah. Ini itu seharusnya, negara yang menangkap dia (terdakwa, red)," tuturnya.

(sam/JPC)

Rekomendasi Untuk Anda

Sponsored Content

loading...

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search