MAKASSAR - Menjadi tukang pijat bukanlah cita-cita yang diimpikan oleh Marni Suyanti. Namun, sebagai seorang orang tua tunggal, tuntutan finansial untuk membiayai anak-anaknya membuat Marni harus memutar otak dan bekerja lebih keras.
Berbekal ajaran dari neneknya yang dulu tukang pijat tradisional, Marni wanita asal Makassar ini memberanikan diri mendaftar menjadi talent GO-MASSAGE.
Meskipun banyak stigma negatif yang disandingkan dengan tukang pijat, Marni tidak malu dengan profesinya itu.
"Saya selalu ingat kalau di rumah ada anak-anak yang harus saya besarkan, sebagai single parent saya harus bisa bertanggung jawab biar anak saya jadi anak yang baik ke depannya. Kalau ada cerita-cerita negatif, ya saya selalu ingat ada anak yang menunggu di rumah dan anak saya yang besar juga selalu pesan untuk hati-hati kalau saya pergi bekerja, jangan mau ditipu-tipu orang," kata Marni.
Dia yang sehari-hari bekerja di rumah sakit sebagai pegawai kontrak, memanfaatkan waktu luangnya untuk melayani pelanggan sebagai tukang pijat profesional. Ibu dua orang anak ini yakin jika segala sesuatu yang dimulai dengan niat yang baik dan positif pasti akan berbuah yang positif juga.
Namun, pengalamannya menjadi talent GO-MASSAGE tidak selalu manis, Marni pernah hampir dilecehkan oleh salah seorang pelanggannya.
"Pernah ada customer laki-laki yang minta untuk "dilayani". Saat itu juga saya langsung beranikan diri untuk bilang, "Pak, jangan berani macam-macam ya. Saya disini kerja secara profesional di GO-MASSAGE bukan tukang pijat yang aneh-aneh dan kita punya SOP, nanti bisa saya laporkan dan bapak bisa langsung diproses sama kantor pusat," Si Bapak jadi malu sendiri," kenang Marni.
Sebagai seorang perempuan dia yakin kalau harus bisa jaga diri sendiri. "Karena kalau bukan kita ya siapa lagi yang bisa melindungi, namanya kita bekerja dan pasti nggak selalu nyaman, tapi kalau kita fokus dan punya tujuan yang baik pasti kita bisa terhindar dari hal-hal yang negatif," pungkasnya.
Dari hasil bekerja menjadi talent GO-MASSAGE Marni memiliki penghasilan tambahan untuk membayar kos dan sekolah anaknya. "Saya juga punya rencana dengan uang yang saya dapat dari GO-MASSAGE saya cicil rumah dan bisa menabung," katanya.
Kisah serupa juga dialami oleh Rahma, seorang Ibu tiga anak yang berprofesi menjadi driver GO-JEK. Dia tidak pernah berpikir, akan melabuhkan pilihan pekerjaannya sebagai driver ojek online.
Awalnya, Rahma berprofesi sebagai seorang SPG di mall. Namun, pendapatannya tidak mampu membayar hutangnya. Rahma pun kemudian mendapat tawaran dari teman-temannya yang telah terlebih dahulu menjadi driver GO-JEK untuk bergabung. Tanpa rasa malu, dia pun memutuskan untuk mendaftar.
Saat-saat awal menjadi driver GO-JEK, berbagai cobaan harus dilalui Rahma. "Saya pernah ketemu tukang parkir, tanpa basa basi dia langsung mencaci maki saya, "nggak malu perempuan jadi ojek?" disana saya langsung nangis, bukan karena malu tapi saya merasa orang ini begitu jahat padahal dia tidak kenal dan tidak tahu perjuangan saya untuk keluarga selama ini," kenang Rahma.
Namun daya juang Rahma yang tinggi untuk menghidupi keluarga mampu mengalahkan cibiran orang.
Pengalaman Rahma menjadi seorang driver wanita tak selalu pahit. Banyak juga kisah manis yang dia bisa rasakan terutama dari pelanggannya yang murah hati.
"Saya sering juga dikasih tip yang besar dari customer, ibaratnya itu seperti uang kaget," ujarnya.
Sekarang dari hasil meng-GO-JEK dia bisa membiayai kehidupan sehari-hari keluarga, menyicil motor dan menyekolahkan ketiga anaknya.
Rahma menyadari, tidak mudah menjadi wanita yang bekerja di tengah lingkungan laki-laki.
"Saya banyak belajar selama satu tahun menjadi driver GO-JEK ini. Hal yang sulit untuk diubah adalah pandangan orang lain terhadap pekerjaan kita, apalagi sebagai perempuan. Tapi yang ingin saya bagi kepada perempuan lain adalah, jangan pernah malu untuk jadi tukang ojek, apalagi dengan adanya GO-JEK ini," tutur Rahma.
(bds)
Follow Us :
Berita Terkait
SINDONEWS TERKINI
KOMENTAR (pilih salah satu di bawah ini)
- Disqus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar