Selasa, 07 Februari 2017

Kisah Menakjubkan: Pengungsi Malang yang Jadi Bos Uber (1)

Jakarta - Segalanya mungkin asal bekerja keras menggapai mimpi dan juga keberuntungan. Itulah yang terjadi pada Thuan Pham yang sekarang adalah Chief Technology Officer di startup terbesar di dunia, Uber. Padahal hidupnya dahulu penuh dengan malapetaka. Tapi banyak keajaiban dialaminya.

Waktu itu tahun 1975. Pham dan keluarganya tinggal di Saigon, Vietnam yang dikuasai komunis. Pamannya dikirim ke kamp konsentrasi dan meninggal di sana. Situasi yang tidak kondusif membuat keluarga Pham memutuskan mengungsi dengan kapal, walau nyawa taruhannya.

"Aku, ibu dan adikku pergi di tengah malam. Kami berdesakan dengan 470 pengungsi lain di kapal nelayan dari kayu. Kami berjejalan, semua orang muntah saat kami berangkat," Pham mengisahkan perjalanan hidupnya.

Kapal itu terombang ambing dihantam badai besar, seakan mau tenggelam. "Kami secara ajaib bertahan di badai besar. Ombak sangat tinggi menghajar kapal kami. Kami ingin tetap hidup," kisahnya.

Di tengah kekacauan itu, ada kapal lain menghampiri yang mereka kira penyelamat. Semua riang gembira sampai akhirnya mereka tahu, itu adalah kapal perompak. Semua barang mereka dilucuti. Mereka masih bersyukur karena dibiarkan tetap hidup.

Pada suatu malam, mereka kemudian melihat daratan di Malaysia. Para pengungsi malang itu kemudian dibawa oleh militer ke kamp pengungsi. Namun seminggu kemudian, mereka diusir kembali ke lautan.

Sempat mendarat di Singapura, mereka akhirnya sampai di daratan Indonesia. "Akhirnya kami mendarat di Indonesia. Kami dirawat cukup baik di sana. Namun kemudian kami dibawa ke pulau Kuku di Singapura," kisah Pham.

Pulau tersebut ditujukan untuk menampung pengungsi. Namun kala itu, belum ada infrastruktur di sana. Banyak pengungsi mati karena penyakit, sanitasinya sangat buruk. Pham tinggal di sana selama 10 bulan.

Organisasi seperti UNHCR dan Feed the Children akhirnya mengirim bantuan, berupa makanan dan obat-obatan. Akhirnya kabar gembira pun datang bagi Pham dan keluarganya. Karena sang ayah adalah tentara yang ikut membantu AS, Pham lolos menjadi pengungsi yang akan ditampung oleh Amerika Serikat.

"Ayahku sendiri tetap tinggal di Vietnam. Ketika kami pergi dari sana, itulah saat terakhir aku melihatnya," ujar Pham dengan nada sedih.

"Kami tiba di Amerika dengan pesawat dan kami direlokasi di Rockville, Maryland. Ada komunitas pengungsi di sana. Kami saling membantu untuk bertahan," demikian kisahnya.

Mau tahu bagaimana kisah Pham akhirnya menggapai kesuksesan? Simak dalam artikel selanjutnya. (fyk/rou)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search