Tahun 2006, Sassuolo menjalani musim yang sulit di divisi tiga liga Italia, Serie C1. Namun satu dekade berselang, Sassuolo menjelma menjadi salah satu kuda hitam pealing menarik di Serie A dan bahkan telah meraih kemenangan dalam keikutsertaan perdana di kompetisi antar klub Eropa, Europa League. Bergas Agung mengulas bagaimana transformasi Sassuolo dari klub semenjana menjadi salah satu wakil Italia di Eropa...
Awal cerita, dibantu tangan dingin Allegri
Musim panas 2006, Sassuolo berhasil promosi ke Serie C1. Di laga final playoff mereka berhasil mengalahkan Sansovino. 7000 penonton yang memadati stadion di sebuah kota kecil di utara Italia itu bergemuruh dan bersorak-sorai merayakan prestasi terbaik klubnya. Sebelumnya – sejak berdiri pada 1922 – Sassuolo hanya berkutat di kompetisi-kompetisi amatir Italia dan pada era 1980-an dan 1990-an hanya berada di Serie D hingga Serie C2.
Walau sebelumnya masyarakat kota Sassuolo diyakini tak menyukai sepak bola selayaknya masyarakat kota-kota lain yang memiliki klub ternama, namun sejak 2006, mereka mulai memendam kebanggaan dan harapan besar kepada klub berjuluk Neroverdi itu. Musim petama di Serie C1 dijalani dengan baik, dan Sassuolo bahkan hampir saja langsung promosi ke Serie-B andai tak dikalahkan Monza di babak semifinal play-off. Musim berikutnya, pria di kursi pelatih berubah dari Gian Marco Remondina ke tangan pria dingin asal Livorno, Massimiliano Allegri.
Jauh sebelum sukses bersama Milan dan Juventus, Allegri adalah pahlawan bagi Sassuolo
"
Di tangan pelatih yang kelak sukses bersama AC Milan dan Juventus itu, pada musim 2007/08 atau musim perdananya, Sassuolo berhasil promosi untuk pertama kalinya ke Serie B
Di tangan pelatih yang kelak sukses bersama AC Milan dan Juventus itu, pada musim 2007/08 atau musim perdananya, Sassuolo berhasil promosi untuk pertama kalinya ke Serie B. Di sinilah awal mula cerita keberhasilan Sassuolo – dan Allegri – berasal. Musim pedana di kasta kedua Liga Italia, Neroverdi ditinggalkan Allegri yang dipinang klub Serie A, Cagliari. Setelah kursi pelatih berganti ke tangan Andrea Mandorlini, Sassuolo finis di posisi ketujuh pada musim perdananya di Serie B.
Musim berikutnya di bawah racikan Stefan Piolo, Sassuolo hampir lolos untuk pertama kalinya ke Serie A andai tak ditaklukkan Torino di babak semifinal playoff. Menjalani musim-musim ambisius berikutnya di Serie B, Neroverdi belum juga berhasil melaju ke kasta tertinggi Liga Italia. Semifinal playoff hanyalah pencapaian terbaik yang kembali mereka raih pada musim 2011/12.
Kedatangan Di Francesco, membawa Sassuolo ke puncak kesuksesan
Pada 19 Juni 2012, pemilik Sassuolo, Giorgio Squinzi, yang kecewa klubnya belum mampu promosi ke Serie A melakukan keputusan untuk memberi kursi pelatih ke tangan eks pemain AS Roma dan tim nasional Italia, Eusebio Di Francesco. Pria yang sebelumnya melatih Lecce itu ternyata langsung membuahkan sukses pada musim perdananya. Neroverdi dibawa pria asal Pescara itu mampu menjuarai Serie B musim 2012/13 sekaligus lolos untuk pertama kali ke kasta tertinggi sepak bola Italia, Serie A.
"
Di Francesco disandingkan dengan pelatih Liverpool saat ini, Juergen Klopp, karena dianggap memiliki gaya berpakaianyang mirip dan sangat emosional di pinggir lapangan
Di Francesco pun mendapatkan banyak pujian kala itu. Dirinya disandingkan dengan pelatih Liverpool saat ini, Juergen Klopp, karena dianggap memiliki gaya berpakaian – terutama soal penggunaan kacamata – yang mirip dan sangat emosional di pinggir lapangan kala memimpin anak-anak asuhnya berlaga. Tak hanya itu, formasi 4-3-3 miliknya yang pragmatis dan mengandalkan kedisiplinan di tiap lini pun mendapat pujian banyak pihak. Pilihan skema 4-3-3 yang jarang digunakan klub-klub Italia itu diyakini digunakan Di Francesco karena ia terinpirasi dari mantan pelatihnya kala bermain di Roma dan sekaligus mentornya sebagai pelatih, Zdenek Zeman.
Berkacamata dan modis... Di Francesco bahkan sempat disandingkan dengan Jurgen Klopp
Kesuksesan yang diraihnya di Serie B tak serta merta tertular di musim perdananya di Serie-A. Di awal-awal musim 2013/14, Sassuolo sempat dibantai Inter Milan dengan skor 7-0. Musim perdana ini pun dijalani Di Francesco dan anak-anak asuhnya dengan cukup berat. Walau mereka juga berhasil menciptakan beberapa kejutan seperti menahan imbang Napoli, Lazio, dan Roma. Selain itu, mereka juga berhasil mengalahkan Milan dalam laga yang begitu dramatis dengan skor 4-3 di mana sang bintang, Domenico Berardi, memborong empat gol kemenangan Neroverdi. Namun di akhir musim perdana mereka, Sassuolo hanya mampu finis di posisi 17 dan beruntung selamat dari degradasi.
Menariknya, dalam periode Januari hingga Maret musim itu, kursi pelatih sempat berganti dari Di Francesco ke tangan pelatih legendaris Parma, Alberto Malesani. Pada 3 Maret, Di Francesco kembali mendapatkan jabatannya. Musim berikutnya, Neroverdi kembali menjalani musim yang berat, terutama di awal-awal musim ketika mereka sempat menjalani tujuh laga tanpa kemenangan. Namun mulai pekan kedelapan hingga ke-14 Sassuolo mulai berbenah dan mereka menjalani tujuh pekan tanpa kekalahan dan mampu menahan imbang Juventus serta Roma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar