Minggu, 08 Juli 2018

Kisah Oka dan Silariang


Kisah Oka dan Silariang

SM/Gunawan Budi Susanto  |  Novel
SM/Gunawan Budi Susanto | Novel "Silariang : Cinta yang (Tak) Direstui" Oka Aurora

BANYAK film dibikin berdasar kisah dari novel. Sebaliknya, sebanyak itu pulakah novel yang ditulis berdasar kisah yang telah dibeberkan dalam atau berupa film? Agaknya tidak.

Dan, dari yang sedikit itu bisalah disebut film Penumpasan Pengkianatan G-30-S/PKI dengan skenario dan sutradara Arifin C Noer produksi Pusat Produksi Fim Nasional (PPFN) dan film Silariang: Cinta yang (Tak) Direstui karya sutradara Wisnu Adi.

Film kedua yang saya sebut itu, Silariang: Cinta yang (Tak) Direstui, dimainkan oleh Andania Suri, Dewi Irawan, Sese Lawing, Nurlela M Ipa, Cipta Perdana, Bisma Karisma. Skenario film produksi Inipasti Communika Indonesia Sinema Persada tahun 2017 itu garapan Oka Aurora berdasar kisah asli karya Ichwan Persada.

Nah, Oka kemudian menulis novel berdasar kisah yang difilmkan itu dengan judul yang sama. Inilah kisah hubungan Zulaikha (Andania Suri) dan Yusuf (Bisma Karisma) yang tidak direstui sang ibu si gadis, Puang Rabiah (Dewi Irawan).

Padahal, mereka sudah bertahun-tahun menjalin cinta. Sang ibu bahkan menolak upaya Pak Dirham (Muhary Wahyu Nurba), ayah Yusuf, yang mengutus adiknya untuk melamar Zulaikha bagi sang anak lelaki.

Yusuf bingung. Zulaikha pun patah arang. Zulfi (Cipta Perdana), kakak Zulaikha, pun tak punya kuasa apa-apa melawan sang ibu. Mereka pun menempuh jalan pintas: silariang.

Mereka tak hanya melawan keluarga, tetapi juga melawan ketentuan adat yang terasa mengungkung. Itulah kisah dalam novel terbitan Coconut Books September 2017 setebal 200 halaman itu. Film Penumpasan Pengkhianatan G-30- S/PKI diproduksi berpuluh tahun lebih dulu. Film itu diluncurkan tahun 1984.

Inilah film dokudrama propaganda Pemerintah Indonesia saat itu. Film yang diproduseri G Dwipayana dan dimainkan antara lain oleh Amoroso Katamsi, Umar Kayam, dan Syubah Asa itu dibikin selama dua tahun dengan dana Rp 800 juta.

Disponsori Pemerintah

Kisah film yang disponsori pemerintahan Jenderal Besar Soeharto itu tentu saja berdasar versi resmi pemerintah mengenai peristiwa Gerakan 30 September (G30S).

Kisah resmi itu karya Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, yang menggambarkan peristiwa kudeta yang didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI). Film itu jelas bisa dibilang film yang ditonton paling banyak orang di negeri ini. Film itu diputar setiap tahun sejak paruh kedua 1980- an sampai akhir masa pemerintahan Soeharto.

Kemasifan pemutaran berbayar di gedung bioskop maupun cuma-cuma di televisi membuat kisah film itu tertnam dalamdalam dalam benak dan ingatan masyarakat. Adalah Arswendo Atmowiloto yang menulis novel berdasar kisah dalam film itu. Arswendo memberi judul novelnya Pengkhianatan G30S/PKI.

Buku itu diterbitkan oleh Sinar Harapan 1986, 1988, dan 1994. Arswendo mendaku bahwa gaya penulisan novel itu "untuk merangkai fakta. Semacam laporan jurnalistik karena data-data benar-benar ada, dan terjadi dalam sejarah".

Mungkin lantaran klaim itulah, Arswendo begitu gamblang menggambarkan adegan demi adegan, peristiwa demi peristiwa. Bahasa dia lugas, bahkan pada beberapa bagian yang terasa benar vulger. Gaya penulisan itu, seturut dengan plot dalam film. Dan, itu sesuai benar dengan pretensi awal pembikinan filmnya.

G Dwipayana, sebagaimana dia tulisa dalam sekapur sirih novel itu, menyatakan, "Film ini dibuat dengan maksud dan tujuan agar supaya rakyat kita dan terutama generaqsi muda mengetahui adanya "Sejarah Hitam' yang kita alami, dan hendaknya bisa menumbuhkan dan meningkatkan kewaspadaan nasional sedemikian rupa, sehingga bisa menjuaga agar peristiwa seperti itu tidak terjadi lagi di masa-masa yang akan datang." Kisah dalam film yang fiktif, kemudian ditulis lagi dalam novel yang merupakan karya fiksi.

Namun kebenaran fiksional tentu tak serta-merta paralel dengan kebenaran faktual bukan? Jadi, ya biarlah kisah itu beranakpinak dalam banyak karya, dalam berbagai matra, dan biarlah kelak kebenaran sejati yang mengungkapkan diri ke permukaan. (Gunawan Budi Susanto-44)


Berita Terkait

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search