Senin, 12 Juni 2017

Kisah Inspiratif Fariz Tadjoedin, Si Pembuat Aplikasi Chat Banking BCA

Kesan pendiam tetapi murah senyum dan ramah diperoleh teman-teman media ketika bertemu Fariz Tadjoedin di Menara BCA, Jakarta, Rabu (31/5/2017) siang. Sosok ini merupakan pembuat aplikasi Vira, asisten virtual yang membantu para nasabah BCA dalam melakukan kegiatan perbankan via aplikasi chat seperti LINE, Facebook Messenger, dan Kaskus Chat.

Kemenangannya dalam Finhacks BCA tahun 2016 lalu semakin mengundang decak kagum ketika ia bercerita bahwa dirinya tak pernah menuntaskan jenjang pendidikan tinggi dan menekuni seluk beluk dunia pemrograman secara otodidak sejak kelas 6 SD. Sejak kecil, Fariz memang sangat menyukai hal-hal berbau matematika, fisika, dan kimia. Pelajaran itulah yang mengantarnya untuk menyukai dunia pemrograman.

"Saya memang background-nyaIT, dari 6 SD doyan coding. Waktu sekolah itu nilai-nilai saya jelek semua kecuali matematika yang bagus. Sampai pernah ada guru saya bilang ke mama saya 'Bu saya selama mengajar di sekolah ini kalau ada murid nilai matematimatikanya bagus, nilai lain pasti bagus, cuma anak ibu yang mata pelajaran lainnya jelek'," ujarnya sembari tertawa.

Fariz mengaku adalah pribadi yang pemalas tetapi menyukai berbagai tantangan sulit yang dihadapi olehnya. Sikap pemalas itu sempat membuatnya dijauhi oleh lingkaran sosialnya ketika memutuskan untuk keluar dari sebuah kampus, seusai menyelesaikan satu semester, karena baginya kegiatan perkuliahan membosankan.

"Saya kalau boring lebih baik keluar, karena saya suka belajar apa yang saya mau. Kemudian saya ambil kursus, belajar di sana sekitar tahun 2002. Saya ikut 6 kursus tentang programming sekaligus, "tutur Fariz.

Keputusannya keluar dari dunia kampus sempat membuat orang tuanya merasa malu dikarenakan sang ayah merupakan seorang dosen di sebuah perguruan tinggi negeri ternama. Sikap itu juga membuat dirinya tidak memperoleh fasilitas dari keluarga, seperti motor atau mobil. Namun, situasi itu membuatnya pantang putus asa, melainkan menjadi sebuah tantangan untuk mengembangkan diri lebih baik.

Salah satu proyek awal Fariz yang terbilang sukses adalah ketika ia menciptakan website namaqu.com pada tahun 2003. Website itu dimanfaatkan oleh netizen sebagai blog pribadi. Fariz sempat tidak menyangka website-nya mengundang antusiasme netizen untuk melakukan kegiatan blogging.

"Misalnya ada orang namanya Andre, kalau dia daftar namanya andre.namaqu.com. Ternyata ada yang menulis di situ, awalnya enggak berharap banyak. Dan kemudian dimanfaatin oleh Akademi Fantasi Indonesia (AFI) Indosiar, trafficnya makin banyak deh," kisahnya.

Pada tahun 2004, pria kelahiran Jakarta, tahun 1983 ini menciptakan liveconnector.com. Situs tersebut ditujukan untuk menyaingi Friendster. Menurut Fariz, pada waktu itu Friendster belum menawarkan fitur chatting. Alhasil, pengguna liveconnector.com semakin berkembang dan membawa situs tersebut ke peringkat 7 situs dengan traffic tertinggi di Indonesia versi Alexa pada tahun 2008.

Selain itu, ia juga mengikuti berbagai kompetisi hackathon dan bekerja sama dengan beberapa instansi pemerintah, seperti Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Tak hanya bergelut di dunia programming, ia juga menjalani pekerjaan lepas (freelancer) sebagai programmer. Ia bisa meraup tak sedikit dollar dari kegiatannya tersebut. Di sisi lain, ia juga menekuni digital printing yang dirintisnya yang bermula dari hanya sekadar membantu temannya membuat website penyedia jasa isi ulang tinta printer.

Melihat prospek bisnis yang kurang begitu berkembang, ia mengusulkan temannya untuk membuka jasa percetakan. Fariz terlebih dahulu membuka usaha percetakan di sekitar kampus seperti Universitas Trisakti, Universitas Mercubuana, Universitas Multimedia Nusantara, dan Universitas YARSI.

Prospek kegiatan usahanya pun dilirik oleh beberapa investor. Mereka berminat untuk melakukan investasi secara besar-besaran, setelah ia menunjukkan potret dirinya tengah bersalaman dengan Presiden Direktur BCA, Jahja Septiaatmaja ketika menjuarai Finhacks BCA.

Investasi tersebut memungkinkan Fariz mengembangkan 200 titik percetakan dan penyediaan mesin percetakan canggih untuk memudahkan konsumen.

"Jadi orang datang enggak perlu bawa apa-apa cukup pakai mesin kami. Buka Google Drive si pemilik, pilih file, print, terus bayar. Bisa juga kalau mereka bawa flashdisk, nanti tinggal pilih aja printing dengan pilihan dari flashdisk. Bisa juga lewat e-mail. Macam-macam pilihannya," ungkapnya.

Ia juga berencana menggandeng pihak BCA untuk menyediakan fasilitas transaksi pembayaran dengan Flazz. Selain itu, ia juga ingin mengajak kerja sama penyedia jasa transportasi online untuk mendukung kegiatan pengiriman percetakan kepada para konsumen.

Tentu saja, penghasilan yang diperoleh Fariz dari berbagai proyek yang pernah dikerjakannya, termasuk dalam usaha percetakan kali ini terbilang lumayan. Orang tuanya pun merasa senang bahwa sang anak bisa sukses meskipun tidak menuntaskan gelar sarjana.

"Misal saya dapat untung gede lewat iklan dari liveconnector. Sebulan terima duit bisa naik 24 kilogram saya. Bisa enggak kerja setahun," ungkapnya sambil tertawa.

Apa yang dilakukan Fariz merupakan ketekunannya dalam menjalankan passion di bidang programming. Menurut Fariz, passion terhadap sesuatu harus dijalani secara konsisten. Selain itu, ia juga menganggap minimnya gelar pendidikan tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak berprestasi.

"Saya enggak punya gelar akademis (perguruan tinggi), saya tunjukan saja saya pernah menang kompetisi ini, kompetisi itu. Gelarnya kan lebih bagus dan bisa jadi portofolio, tidak cuma mengandalkan gelar sarjana, kita harus kasih pembuktian nyata" ungkapnya mengakhiri pembicaraan. (Adv)

Let's block ads! (Why?)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Incoming Search